Jumat 01 Mar 2019 20:48 WIB

AHY: Demokrasi Terasa Mundur Kembali

Terpecahnya masyarakat jelang pemilu menandakan demokrasi seperti mundur, kata AHY..

Rep: Bayu Adji P/ Red: Reiny Dwinanda
Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyayangkan semakin terpecahnya masyarakat menjelang Pemilu 2019. Menurut dia, iklim politik saat ini berpotensi menimbulkan antipati masyarakat dan menumbuhkan angka golongan putih (golput).

"Kami sangat menyayangkan karena kehidupan politik dan demokrasi yang susah payah kita bangun sejak krisis 1998 dan hasilnya kian nyata, kini, terasa mundur kembali," kata AHY dalam pidato politiknya di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Jumat (1/3).

Baca Juga

Perpecahan, menurut AHY, telah terjadi bahkan dari lingkungan terkecil, seperti di grup Whatsapp. Perbedaan pilihan politik membuat peserta grup Whatsapp terlibat debat kusir.

"Kita tidak lagi mau mendengar dan melihat secara jernih dan jujur tentang apa yang sebenarnya terjadi," kata dia

Selain itu, akibat fanitisme yang berlebihan terhadap pilihan politik tertentu, tanpa sadar masyarakat sering menyebar hoaks. AHY mengingatkan tindakan itu akan merugikan diri sendiri. Orang pun harus berurusan dengan hukum akibatnya.

AHY mengatakan, perbedaan pandangan politik telah membuat masyarakat sering meninggalkan akal sehat. Penggunaan simbol jari yang sebelumnya dianggap biasa, kini bisa jadi masalah.

Contoh lainnya tak kalah getir. AHY menceritakan, ada seorang penumpang taksi daring di Jakarta yang diturunkan di tengah jalan hanya gara-gara menggunakan kaus yang berbeda dengan pilihan politik pengemudinya. Di daerah lain, sebuah makam terpaksa dibongkar dan jenazah di dalamnya harus dipindahkan karena pemilik tanah pemakaman berbeda pilihan politik dengan keluarga almarhum.

Menurut AHY, rakyat sebetulnya sudah lelah dengan friksi atau gesekan politik yang terjadi. Munculnya satire "capres alternatif" Nurhadi-Aldo di media sosial, adalah indikasi kejenuhan masyarakat terhadap kehidupan politik dan demokrasi saat ini. Ia berpendapat, angka golput bisa merangkak naik karenanya.

"Pesta demokrasi seharusnya disambut dengan riang gembira, bukan dengan kebencian dan hati yang susah karena putusnya silaturahim akibat perbedaan pandangan dan pilihan politik," ujarnya dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement