REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Pemkab Karawang, alokasikan Rp 1,3 miliar untuk asuransi usaha tani padi (AUTP). Anggaran tersebut untuk melindungi 40 ribu hektare lahan sawah. Jadi, jika ribuan hektare lahan sawah itu, gagal tanam atau panen akibat bencana dan serangan hama, maka petani akan mendapatkan pengganti melalui asuransi tersebut.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karawang, M Hanafi Chaniago, mengatakan, pemkab berupaya memberikan perhatian serius di sektor pertanian. Salah satunya, dengan adanya program peningkatan angggaran untuk subsidi AUTP.
"Kita ingin melindungi petani. Makanya, subsidi dalam bentuk asuransi ini digulirkan," ujar Hanafi, melalui rilis yang diterima Republika, Ahad (10/3).
Hanafi menjelaskan, tahun 2018 lalu asuransi pertanian itu sudah ada. Namun, baru melindungi 20 ribu hektare saja. Di 2019 ini, ada peningkatan subsidi untuk asuransi. Jadi, luasan yang dilindunginya bertambah dari 20 ribu menjadi 40 ribu hektare.
Hanafi menjelaskan, bantuan ini berupa premi asuransi. Peruntukannya bagi petani yang memiliki lahan sedikit. Dengan jumlah kepemilikan, maksimal hanya satu hektare.
Pemerintah, membayarkan premi asuransinya sebesar Rp 180 ribu per hektarenya. Dari, nilai premi itu ada subsidi dari pemerintah pusat, sebesar 80 persen atau Rp 144 ribu. Sedangkan, sisanya Rp 36 ribu merupakan subsidi dari daerah, melalui APBD kabupaten.
"Ini, merupakan upaya kita untuk meningkatkan kesejahteraan para petani," ujarnya.
Adapun keuntungan yang diterima petani, lanjutnya, yaitu setiap sawah yang terdampak bencana atau serangan hama, akan mendapat ganti rugi sebesar Rp 6 juta per hektare. Jadi, sawah yang mendapat penggantian asuransi ini, jika mengalami gagal tanam atau panen.
Sementara itu, Wakil Ketua KTNA Kabupaten Karawang, Ijam Sudjana, menilai, asuransi pertanian ini akan menghamburkan uang APBD saja. Alasannya, selama ini sudah banyak petani yang ikut asuransi pertanian.
Namun, saat ada kerusakan akibat serangan hama, ternyata proses klaimnya ribet dan bertele-tele. "Selain itu, tidak ada kejelasan kerusakan seperti apa yang bisa dicover oleh asuransi. Sebab, saya pribadi sudah mengalami, saat areal sawah rusak diserang hama. Saat akan diklaim, oleh pihak perusahaan asuransinya di tolak dengan berbagai alasan," ujar Ijam.
Padahal, sambung dia, dirinya merupakan pengurus dari organisasi petani. Namun, mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari perusahaan asuransinya. Apalagi, petani biasa.
Karena itu, pihaknya menyarankan supaya kebijakan ini dikaji ulang. Jangan sampai, uang APBD keluar percuma. Sedangkan, masalah petani tetap tidak ada solusinya.
Jika asuransi pertanian ini, memang membantu petani, lanjut Ijam, sebaiknya pemkab berkerjasama dengan perusahaan asuransi yang kapabilitasnya diakui. Sehingga, ketika disuatu hari ada serangan hama yang cukup sporadis atau ada bencana, yang mengakibatkan gagal tanam serta panen, maka asuransi petani itu bisa diklaimkan.
"Jangan sampai, sudah ada asuransi, ketika petani kesusahan akibat gagal tanam dan panen, klaimnya tak bisa cair," jelasnya.