REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nur Faridah
Orang Mukmin di mata Allah adalah manusia yang paling mulia. Dalam hadis disebutkan, Nabi SAW bersabda, "Tidak ada orang yang lebih mulia di sisi Allah SWT dari seorang Mukmin." (HR Ath-Thabrani). Saking mulianya, di hadis lain Beliau SAW bersabda, "Mencaci-maki seorang Mukmin adalah suatu kejahatan dan memeranginya adalah suatu kekufuran." (HR Muslim)
Mukmin yang dimaksud di sini tentu saja mukmin sejati, bukan Mukmin yang sebatas pengakuan semata. Namun, Mukmin lahir dan batin. Mukmin yang antara ucapan dan perbuatan selaras. Lisan mengatakan beriman, seluruh anggota badan melakukan segala konsekuensi dari keimanan itu. Mukmin sejati adalah orang yang bertakwa kepada Allah SWT dengan sepenuh hati, totalitas, kafah.
Salah satu ciri dari orang Mukmin sejati, antara lain, seperti disebutkan dalam hadis Nabi SAW, "Seorang Mukmin bukanlah pengumpat dan yang suka mengutuk, yang keji, dan yang ucapannya kotor." (HR Al-Bukhari). Jadi, Mukmin itu adalah orang yang tidak suka mengumpat, mengutuk, berkata keji, dan berkata kotor. Ini semua berkaitan dengan lisan.
Dengan kata lain, Mukmin sejati adalah yang senantiasa mengontrol dan menjaga lisannya dari kata-kata yang tidak baik. Baik itu kata-kata di dunia nyata maupun di dunia maya (internet). Betapa banyak kita saksikan di jalan raya, misalnya, kata-kata kotor berhamburan saat terjadi cekcok antarpengemudi kendaraan hanya gara-gara kendaraan bersenggolan sedikit.
Dari cekcok dan kata-kata kotor tersebut terkadang berlanjut ke perkelahian yang sia-sia dan tidak perlu. Beruntung kemudian ada yang melerai, sebagian yang lain malah hanya melihat dan menonton, tak peduli, malah seperti menikmati pertikaian.
Di dunia maya tidak kalah parah. Di media-media sosial, misalnya, kata-kata kotor, caci-maki, hujatan, hingga fitnah berhamburan tanpa terkendali. Kritik yang mestinya disampaikan dengan santun dan beradab justru tersampaikan dengan cara-cara yang sebaliknya. Pada akhirnya, bukannya kebaikan yang muncul, justru keburukan. Orang yang tadinya diam tiba-tiba jadi ikut-ikutan, seperti terbawa arus.
Padahal, Alquran sudah sangat jelas mengingatkan, "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya, Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk." (QS an-Nahl [16]:125).
Mukmin sejati selalu menjaga lisan. Lisannya selalu digunakan untuk kebaikan. Karena, kata-kata sesungguhnya adalah cerminan dari hati. Hati yang baik akan mengeluarkan kata-kata yang baik. Sementara, hati yang buruk akan mengeluarkan kata-kata yang buruk juga. Mukmin sejati hatinya jernih, bersih, dan penuh dengan cahaya petunjuk dari Allah SWT. Maka, yang keluar dari lisan pun kata-kata yang jernih, bersih, dan selaras dengan petunjuk Allah SWT.
Rasulullah SAW mewanti-wanti secara tegas, "Sesungguhnya seorang hamba itu berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia pikirkan (baik atau buruknya) maka dengan sebab perkataannya itu ia dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara sudut timur dan sudut barat." (HR Al-Bukhari dan Muslim). Wallahu a'lam.