REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapasitas keilmuwan Abu Al-Hasan Ali Ibnu Al-Husain Al-Mas'udi tak hanya diakui di Dunia Islam. Peradaban Barat juga membenarkan kebesaran tokoh ini, khususnya dalam merintis historiografi modern.
Salah satu bentuk pengakuan masyarakat Barat terhadap Al-Mas'udi adalah dengan diterjemahkannya kitab Muruj Adh-Dhahab Wa Ma'adin Al-Jawahir ke dalam bahasa Prancis. Penerjemahnya bernama Societa Asiatique. Dia menggarap sebanyak sembilan volume kitab tersebut pada 1861-1877.
Seabad kemudian, buah karya Al-Mas'udi direvisi Charles Pellat. Buku itu kemudian diterbitkan dalam lima volume oleh Universitas Lebanon, Beirut. Selain itu, Pellat juga merevisi terjemahan buku yang sama dalam bahasa Prancis. Pada 1989, dua penulis bernama Paul Lunde dan Caroline Stone menerjemahkan Muruj Adh-Dhahab Wa Ma'adin Al-Jawahir ke dalam bahasa Inggris.
Penerjemahan buku Al-Mas'udi ke dalam bahasa Prancis telah memberi pengaruh bagi intelektual Eropa. Tak heran jika Al-Mas'udi dikenal luas dan lekas mendapat tempat terhormat dalam peradaban Barat. Filsuf pemikir nasionalisme, Ernest Renan, misalnya, membandingkan Al-Mas'udi dengan penulis Yunani di abad kedua, Pausanius.
Ilmuwan Barat lainnya kerap membandingkan Al-Mas'udi dengan penulis dari Romawi, Pliny. Sebelum karya Al-Mas'udi diterjemahkan di Eropa, para orientalis kerap membandingkan Al-Mas'udi dengan Herodotus, sang "Bapak Sejarah" dari Yunani Kuno. Perbandingan itu membuktikan Al-Mas'udi memiliki pengaruh yang besar terhadap peradaban Barat.
Rihlah Keilmuannya
"Al-Mas'udi hidup di saat buku melimpah ruah dan harganya relatif murah," tutur Paul Lunde dan Caroline Stone dalam buku Mas'udi, The Meadows of Gold, The Abbasids. Sang sejarawan memang hidup pada era keemasan Dinasti Abbasiyah. Kala itu, aktivitas intelektual tengah mengemuka di kota-kota Islam.
Lunde dan Stone menuturkan, di Baghdad dan kota-kota besar lainnya saat itu menjadi kawasan yang subur untuk munculnya perpustakaan-perpustakaan umum. Selain itu, banyak ulama, ilmuwan, atau bahkan penguasa memiliki perpustakaan pribadi.
"Sebagai contoh, temannya Al-Mas'udi bernama Al-Suli memiliki perpustakaan pribadi dengan koleksi buku mencapai ribuan volume," imbuh Lunde dan Stone.
Melimpahnya buku dengan harga yang murah meriah di era kejayaan Abbasiyah, tak lepas dari penguasaan teknologi pengolahan kertas. Dalam pertempuran Talas tahun 751, umat Islam berhasil melakukan transfer teknologi pengolahan kertas dari peradaban Cina.
Di puncak kejayaan Kekhalifahan Abbasiyah, industri kertas dan buku berkembang pesat seiring dengan geliat intelektualitas. Sebagai seorang penulis yang produktif, Al-Mas'udi pun kerap mendorong para pembacanya untuk mendiskusikan buku-buku yang telah ditulisnya.
Hal itu menunjukkan betapa dunia Islam di era kejayaan mengalami geliat keilmuan yang sangat pesat. Menurut Lunde dan Stone, dunia Islam pada masa itu sungguh sangat terpelajar.
Sebelum menjadi seorang ilmuwan yang terkemuka, Al-Mas'udi adalah seorang murid dari sejumlah tokoh intelektual Irak kenamaan. Ia sempat berguru pada filologis, seperti Al-Zajjaj, Ibnu Duraid, Niftawaih, dan Ibnu Anbari. Selain itu, dia juga sempat menimba ilmu pada Kashajim yang ditemuinya di Aleppo.
Selama masih menjadi seorang murid, Al-Mas'udi sangat menyukai filsafat. Buku-buku filsafat karya filosof terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Kindi, Aristoteles, Al-Farbi, dan Plato dilahapnya setiap hari. Ia pun mencatat dalam bukunya tentang pertemuannya dengan Yahya Ibnu Adi, seorang murid sang legenda: Al-Farabi.
Karya-karya ilmuwan Yunani juga dipelajarinya. Al-Mas'udi sangat akrab dengan karya-karya kedokteran yang ditulis Galen. Ia juga suka sekali membaca karya Ptolemous tentang astronomi serta buah pikir Marinus tentang geografi. Al-Mas'udi pun tak lupa mempelajari hasil karya para astronom dan geografer Muslim terkemuka.
Sang sejarawan juga sempat mempelajari ilmu hukum. Salah satu kebiasaannya adalah kerap menemui para ahli hukum berpengaruh dan tak lupa mempelajari hasil karyanya. Al-Subkhi menyatakan, Al-Mas'udi merupakan salah seorang murid Ibnu Suraij--ulama terkemuka dari Sekolah Shafi'ie. Setiap mengunjungi sebuah negara, ia selalu menemui para ulama dan ilmuwan terkemuka di wilayah itu.