REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) IB Putera Parthama mengatakan faktor utama penyebab banjir bandang yang melanda Sentani, Jayapura, Papua, pada Sabtu (16/3) adalah fenomena alam akibat curah hujan ekstrim. Hujan sangat deras terjadi selama 4,5 jam.
"Yang terdampak itu adalah beberapa kabupaten tapi utamanya Kabupaten Jayapura. Yang penting saya sampaikan adalah daerah yang terdampak ini memang kondisinya dari sononya dia adalah floodplain, jadi hamparan banjir, jadi air itu akan mengarah dari bukit-bukit sekitarnya apabila terjadi curah hujan tinggi. Ketika curah hujan tinggi di hulu maka ke situlah air itu mengarah," ujar Putera dalam konferensi pers di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Selasa (19/3).
Dia menuturkan bencana banjir bandang di Sentani Papua disebabkan oleh curah hujan yang sangat tinggi. Yaitu mulai pukul 19.00 sampai dengan 23.30 WIT.
Data menunjukkan bahwa debit air di wilayah Sentani pada malam tersebut melebihi kondisi normal mencapai 193,21 meter kubik per detik yang menyebabkan debit aliran tinggi. Sementara itu, mulut sungai terhitung kecil dengan kapasitas tampung yang rendah yaitu hanya 91,38 meter kubik per detik.
Sementara itu, faktor lain yang menyebabkan bencana banjir bandang Sentani adalah kondisi hulu daerah aliran sungai (DAS) yang tidak stabil. Hulu DAS tersebut memiliki kontur batuan yang kedap air sehingga membentuk bendung alami yang mudah jebol pada saat hujan ekstrim.
Apalagi, adanya perluasan kota dan permukiman di bagian hilir turut memberikan dampak yang cukup signifikan, menyebabkan berkurangnya infiltrasi.
Beberapa lokasi terdampak dari musibah banjir tersebut meliputi Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura, Heram, Sentani dan sekitarnya. Lokasi-lokasi tersebut merupakan dataran banjir (flood plain) dan berada di lereng kaki perbukitan yang terjal. Luas daerah tangkapan air (DTA) di lokasi tersebut mencapai 15.199,83 hektare. Sementara, di dalam daerah tangkapan air, ada pemukiman dan lahan pertanian lahan seluas 2.415 hektare.
Menurut Putera, faktor tutupan hutan di DAS Sentani terhitung baik dan berkisar 55 persen dari total area DAS. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pohon yang tercabut dari akarnya, serta adanya longsor pada area hulu daerah tangkapan air.
Dengan melihat kondisi tersebut dan data-data di lapangan, Putera menyimpulkan terjadinya banjir bandang di Sentani itu utamanya disebabkan oleh curah hujan tinggi dengan kondisi DAS yang rentan longsor ketika dilanda hujan ekstrim.
"Begini hulu yang curam dengan jenis tanah yang sangat mudah longsor ditambah sering terjadi gempa-gempa kecil karena kita ada di 'ring of fire' (cincin api) yang menyebabkan tambah rentan hulu itu maka sering terjadi longsor-longsor alami. Dan dari foto satelit juga menunjukkan itu, sering terjadi longsor alami. Longsor alami ini menciptakan bendungan-bendungan alami yang sangat tidak stabil. Nah, ketika terjadi hujan ekstrim, bendungan alami ini jebol dan membawa segala yang tadinya bahan longsoran itu termasuk pohon utuh, batu dan sebagainya, itulah yang menciptakan banjir bandang ke hilir," jelasnya.