REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Aktivis perempuan terkemuka Arab Saudi dalam kesaksiannya di persidangan mengatakan, para aktivis mengalami penyiksaan selama lebih dari sembilan bulan penahanan di Riyadh. Hal ini mempertajam kritik Barat terhadap kerajaan.
Sidang mendakwa para aktivis terkait pandangan dan pekerjaan hak asasi manusia (HAM), serta mereka dituduh memiliki kontak dengan wartawan dan diplomat asing.
Mereka yang diadili termasuk juru kampanye hak asasi Saudi, Loujain al-Hathloul, profesor universitas Hatoon al-Fassi, blogger Eman al-Nafjan, dan akademisi Aziza al-Yousef, yang berusia 60-an.
Duduk di dekat keluarga mereka dalam pengadilan kriminal Riyadh, beberapa wanita menggambarkan kepada panel tiga hakim perlakuan buruk yang mereka alami.
Kelompok hak asasi manusia melaporkan, setidaknya tiga perempuan, termasuk Hathloul, ditahan di sel isolasi selama berbulan-bulan dan mengalami pelecehan termasuk sengatan listrik, cambuk, dan kekerasan seksual.
Saudara Hathloul menuduh Saud al-Qahtani, penasihat tertinggi untuk Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman, hadir dalam beberapa sesi penyiksaan dan mengancam akan memperkosa dan membunuhnya.
Jaksa penuntut umum Saudi mengatakan pihaknya sudah menyelidiki tuduhan tersebut dan menyimpulkan bahwa tuduhan itu tidak benar adanya.
"Dia (Saud al-Qahtani) yang harus di pengadilan hari ini, bukan saudara perempuan saya," kata Walid al-Hathloul kepada CNN.
Walid mengatakan, saudara perempuannya meminta waktu satu bulan untuk menanggapi dakwaannya sehingga bisa menyiapkan seorang pengacara. Namun pengadilan hanya memberikan waktu dua jam.
Salah satu anggota HAM Saudi yang berbasis di London, Nouf Abdelaziz juga mengalami kesehatan yang menurun di tahanan, meskipun alasannya tidak jelas. Satu sumber mengatakan, dia tidak muncul di pengadilan.
Diplomat dan media Barat, termasuk Reuters, ditolak masuk ke persidangan dan dikawal dari gedung. Media-media sebelumnya telah mengajukan petisi untuk hadir di tengah pengawasan global terhadap kasus ini.
Puluhan negara termasuk 28 anggota UE, Kanada, dan Australia meminta Riyadh untuk membebaskan para aktivis.
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt dan mitranya Amerika Serikat (AS) mengangkat masalah ini selama kunjungan baru-baru ini ke kerajaan.
Sembilan senator terkemuka AS menulis surat publik pekan lalu. Surat tersebut meminta Raja Salman untuk segera membebaskan tahanan yang ditahan atas tuduhan yang meragukan terkait dengan aktivitas mereka.
Dunia telah menekan Riyadh menyoal kasus ini. Masih harus diperhatikan, apakah hasil pengadilan yang memungkinkan pengampuan dan pembebasan bagi para perempuan, akan melihat batas-batas janji pangeran mahkota untuk modernisasi Saudi atau tidak.
Beberapa dakwaan terhadap perempuan jatuh di bawah hukum kejahatan dunia maya kerajaan yang menetapkan hukuman penjara hingga lima tahun.
Walid mengatakan, mereka yang menentang Hathloul termasuk berkomunikasi dengan 15 hingga 20 jurnalis asing di Arab Saudi, berusaha melamar pekerjaan di PBB, dan menghadiri pelatihan privasi digital.
Jaksa penuntut umum tahun lalu mengatakan, bahwa beberapa wanita dan pria, ditangkap dengan tuduhan merugikan kepentingan Saudi dan menawarkan dukungan kepada elemen-elemen yang bermusuhan di luar negeri. Media yang didukung pemerintah menyebut beberapa dari mereka sebagai pengkhianat dan menyebut mereka sebagai "agen kedutaan".
Penahanan tersebut pun terjadi berminggu-minggu sebelum pelarangan wanita mengendarai mobil dicabut di bawah upaya untuk melonggarkan aturan sosial, dan meningkatkan ekonomi Saudi.
Menurut aktivis dan diplomat, mungkin hal itu dimaksudkan sebagai pesan kepada para aktivis untuk tidak mendorong tuntutan yang tidak selaras dengan agenda pemerintahan. Namun, putra mahkota telah membantahnya, dia malah menuduh para wanita itu bekerja untuk intelijen Qatar dan Iran.
Lusinan aktivis, intelektual, dan lainnya telah ditangkap secara terpisah dalam dua tahun terakhir dalam upaya nyata untuk membasmi kemungkinan oposisi.
Putra mahkota telah mendesak Barat untuk mendukung reformasi ekonomi dan sosial, namun reputasinya turun ketika agen-agen Saudi membunuh Khashoggi di konsulat Istanbul di kerajaan itu yang memicu kehebohan internasional.