REPUBLIKA.CO.ID, ALGIERS — Desakan massa menuntut Presiden Aljazair, Abdelaziz Bouteflika, semakin menguat. Jumat (29/3), sekitar satu juta massa turun ke jalan menuntut Bouteflika mundur. Jumlah massa yang besar itu muncul pada Jumat keenam berturut-turut.
Dilansir di Arab News pada Sabtu (30/3), sebelum sejumlah besar massa turun, sejumlah loyalis telah membelot dari Bouteflika. Mereka turut menyerukan Bouteflika mundur, agar ada perubahan kepemimpinan di negara itu.
Aksi unjuk rasa sempat diwarnai bentrokan dengan petugas. Sebab, kepolisian mengelurkan tembakan peluru karet, gas air mata, dan meriam air.
Pengunjuk rasa berasal dari berbagai kalangan, baik generasi muda hingga veteran perang saudara Aljazair pada 1990-an. Mereka memadati alun-alun di luar kantor pos yang menjadi pusat aksi protes. Beberapa massa mengibarkan bendera Aljazair, ada yang membawa spanduk dengan slogan dan kartun.
“Kami muak dengan mereka yang berkuasa. Kami menginginkan pemerintahan baru,” teriak para pengunjuk rasa.
Salah satu pengunjuk rasa, Amin (45 tahun) yang melakukan perjalan sejauh 200 km dari Bejaia meminta pemerintah meninggalkan kursi kekuasaan.
“Kami di sini untuk mengajukan permintaan terakhir kepada mereka yang berkuasa, menyerahlah dan pergi,” kata Amin.
Bouteflika (82 tahun) sudah jarang tampil di depan publik sejak menderita stroke pada 2013.
Bulan ini, dia menunda pemilihan presiden yang dijadwalkan pada April mendatang. Dia menjanjikan tidak maju kembali untuk menduduki jabatannya yang kelima kali seperti rencana sebelumnya.
Langkah itu membuat warga negara Aljazair marah. Masyarakat menganggap tindakan itu sebagai akal-akalan orang-orang Bouteflika memperpanjang kekuasaan selama dua dekade.
Karena itu, selama ini puluhan ribu warga negara turun ke jalan untuk menuntut pemecatannya segera.
Para pengunjuk rasa memilih protes dengan sindirin untuk menolak rencana transisi kekuasaan di bawah Pasal 102 Konstitusi Aljazair. “Pasal 102, nomor itu tidak berfungsi. Tolong sampaikan pada orang-orang. Kami menuntut penerapan Pasal 2019: Kalian semua pergi.”
Para pengunjuk rasa juga menolak intervensi aparat militer dalam kehidupan politik sipil. “Desakan akan terus berlanjut hingga sistem berjalan,” kata Mohamed Djemai (25 tahun).
“Kami hanya memiliki satu kata, semua komplotan harus segera pergi, permainan sudah berakhir,” kata seorang pedagang, Ali.