REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Menteri Dalam Negeri Italia Matteo Salvini menolak kapal kemanusiaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jerman untuk membawa 64 pengungsi dari tepi pantai Libya. Politikus dari sayap kanan tersebut mengatakan seperti kapal-kapal penyelamat pengungsi lainnya, kapal Jerman itu tidak diterima di Italia.
"Kapal dengan bendera Jerman, LSM Jerman, kapal milik orang Jerman, kapten dari Hamburg, menanggapi di perairan Libya dan meminta untuk pelabuhan aman, bagus, pergi ke Hamburg," kata Salvini seperti dilansir di Al Jazirah, Kamis (4/4).
Organisasi kemanusiaan Jerman Sea Watch mengatakan kapal mereka menyelamatkan pengungsi dan imigran di lepas pantai Zuwarah di Libya. Penyelamatan dilakukan setelah pihak berwenang Libya tidak menjawab permintaan kapal karet.
Orang-orang yang diselamatkan kapal tersebut termasuk 10 perempuan, lima orang anak-anak, dan seorang bayi yang baru lahir. "Mereka semua selamat dan aman di dalam kapal kami, penjaga pantai Libya tidak menjawab atau menyelamatkan," kata Sea Watch.
Sea Watch mengatakan ada 50 orang yang dilaporkan hilang. Kini mereka sedang dalam proses pencarian.
Di media sosial Twitter, organisasi itu mendesak Perdana Menteri Malta Joseph Muscat untuk mengirimkan pesawat penyelamat dan pencari untuk membantu kapal mereka untuk mencari orang-orang yang hilang. Sebab, penjaga pantai Libya tidak datang menolong.
"Sebanyak 50 orang masih menghilang, kami mencari mereka semalaman," cuit Sea Watch.
Baik Italia maupun Malta menolak untuk menerima kapal penyelamat yang beroperasi di perairan Mideterania tersebut. Membuat proses penyelamatan terlambat.
Italia menjadi negara yang paling banyak menerima pengungsi dan imigran dari kapal-kapal karet yang tidak aman dan sangat penuh di perairan Libya. Tapi, pemerintahan mereka yang sekarang menutup semua pintu masuk bagi imigran.
Menurut pemerintah sayap kanan Italia penutupan tersebut dilakukan untuk menyalurkan imigran dan pengungsi secara lebih merata ke semua negara-negara Eropa lainnya. Pada bulan Januari, 47 orang termasuk 15 anak-anak terpaksa bertahan di kapal Sea Watch selama dua pekan karena Italia menolak mereka untuk berlabuh.
Roma mengakhiri kebuntuan tersebut ketika tujuh negara Eropa lainnya menawarkan menerima para pengungsi itu. Langkah keras Italia tersebut membuat banyak kapal pengungsi dan imigran di Laut Mediterania harus kembali lagi ke Libya.
PBB mengatakan di Libya para pengungsi tersebut terancam diculik, perjual-belikan, diperkosa, dan disiksa. PBB mengatakan pada 2018, ada sebanyak 2.262 orang pengungsi dan imigran yang tewas di laut saat mereka berusaha mencapai Eropa.