REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Masjid Linwood yang menjadi salah satu sasaran aksi penembakan pada 15 Maret 2019 akan kembali dibuka untuk shalat Jumat pertama kalinya, Jumat (5/4). Masjid yang terletak di pinggiran timur Christchurch tersebut ditutup selama tiga pekan setelah serangan terorisme yang mematikan.
Barisan polisi bersenjata lengkap tampak berjaga di depan Masjid Linwood. Selain itu deretan bunga dan sejumlah kertas berisi pesan dukungan dan tulisan "aroha" yang berarti "cinta" dalam bahasa Maori terpampang di sepanjang pagar masjid. Sebanyak tujuh jamaah Masjid Linwood menjadi korban meninggal dunia.
Jendela-jendela yang hancur akibat tembakan telah dibenahi. Semua karpet masjid telah diganti, termasuk kayu yang hancur juga sudah diperbaiki. Kamera keamanan tampak terpasang di sejumlah sudut masjid. Imam Masjid Linwood, Alabi Lateef Zirullah mengatakan, besok akan menjadi fajar yang baru bagi Masjid Linwood.
"Orang-orang yang masuk ke dalam tempat ini, pasti akan menjadi emosional," ujar Zirullah, dilansir New Zealand Herald, Kamis (4/4).
Zirullah yang merupakan cendekiawan Islam kelahiran Nigeria selamat dari aksi penembakan. Dia membantu menyelamatkan beberapa jamaahnya ketika serangan terjadi. Ayah satu anak yang berusia 42 tahun tersebut menawarkan bimbingan dan dukungan kepada mereka yang membutuhkannya.
Di sisi lain, Zirullah juga menerima sejumlah tawaran konseling. Zirullah mengaku siap memimpin kembali Masjid Linwood dan melakukan shalat Jumat esok hari, bersama seorang imam dari Australia.
"Kami akan mengingat saudara-saudari kami yang telah hilang. Saya ingin memberi tahu kepada orang-orang tentu saja kami kehilangan beberapa orang yang kami cintai, tetapi hidup terus berjalan dan kami harus memberikan cinta sebagai balasan kepada mereka yang telah memberikan cinta kepada kami," ujar Zirullah.
Zirullah mengatakan, dukungan dari seluruh warga Selandia Baru termasuk pemerintah sangat luar biasa. Setiap hari Masjid Linwood dibanjiri bunga, kue, vocer, ribuan kartu, dan surat. Menurut Zirullah, berbagai macam bentuk dukungan tersebut memberinya kekuatan.
"Beberapa orang masih mengalami banyak trauma dan mereka ingin melepaskan diri dari rasa sakit, kehilangan, dan ketakutan. Tetapi sebagian besar saudara kami baik-baik saja. Kami berdoa setiap hari. Kami duduk di sini dan kami mengobrol. Semuanya membaik," ujar Zirullah.
Dia mengatakan ini adalah tragedi besar. Orang-orang membutuhkan waktu untuk mengatasinya.
"Seluruh dunia dapat belajar dari Selandia Baru dan cara kita semua bereaksi. Orang-orang dapat belajar dari kita, dan kita dapat menghentikan tindak pembunuhan ini. Dan itu bekerja sebaliknya juga, mereka yang dicuci otak oleh ISIS hanya membawa rasa malu dan sakit," ujar Zirullah.
Ali Elliot Marshall Dawson shalat di Masjid Linwood di Christchurch yang telah diperbaiki usai penembakan. Tampak Imam Masjid, Alabi Zirullah melihat ke luar jendela. Foto: New Zealand Herald/Kurt Bayer
Jumat pekan lalu, Zirullah mengadakan shalat Jumat di Hagley Park. Dia mengatakan, pelaku penembakan bertujuan meletakkan dasar kebencian di Selandia Baru. Namun sebaliknya, aksi terornya justru membangun masyarakat dan komunitas yang penuh cinta.
Salah satu jamaah Masjid Linwood yang selamat, Ali Elliot Marshall Dawson (33 tahun) akan menghadiri shalat Jumat besok. Dia selamat dari serangan itu karena bersembunyi di kamar mandi.
Ketika penembakan berhenti, dia melihat jenazah Linda Armstrong (65 tahun) yang ditembak oleh pelaku terorisme melalui jendela-jendela masjid. Setelah Dawson keluar dari masjid, polisi bersenjata menangkapnya dan dia sempat ditahan.
"Saya sempat menjadi tersangka karena cocok dengan deskripsi orang yang mereka cari," ujar Dawson.
Namun, pada akhirnya Dawson dibebaskan karena tidak bersalah. Dia mengaku tidak ada dendam dengan polisi karena saat itu situasi sedang semrawut.
"Besok akan menjadi istimewa. Saya hanya ingin dekat dengan Allah. Tidak ada yang dapat menghalangiku untuk kembali," kata Dawson.