REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tren laju inflasi menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tahun ini diperkirakan masih dalam koridor terkendali. Kendati harga pangan pokok dipastikan mengalami kenaikan, besaran peningkatan harga dan kontribusi terhadap laju inflasi nasional diyakini akan rendah.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho, mengatakan, pergerakan harga pada satu bulan mendatang sebelum memasuk Ramadhan jauh lebih terkendali daripada tahun-tahun sebelumnya. Laju inflasi diperkirakan hanya akan mencapai kurang dari 0,20 persen.
“Inflasi di bulan puasa diperkirakan juga jauh lebih rendah daripada saat Ramadhan tahun lalu. Ini bercermin dari laju inflasi Maret 2019 yang hanya 0,11 persen. Bulan ini kemungkinan tidak akan lebih dari 0,20 persen,” kata Andry kepada Republika.co.id, Ahad (7/4).
Andry menilai, kendati ada peningkatan laju inflasi, ia memperkirakan kemungkinan tidak akan didominasi oleh inflasi bahan makanan. Namun lebih kepada inflasi dari kelompok transportasi.
Meski demikian, inflasi dari sektor transportasi merupakan suatu hal yang wajar karena bergerak secara musiman. Menurut Andry, kemungkinan rendahnya inflasi Ramadhan tahun ini tertolong karena berdekatan dengan musim panen raya padi.
Beras sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia memiliki andil besar dalam laju inflasi nasional. Oleh sebab itu, kendati terjadi kenaikan pada komoditas pangan lain, hal itu akan terkompensasi oleh rendahnya harga beras di pasar tradisional.
Sementara itu, Ekonom Lana Soelistianingsih, mengungkapkan rendahnya harga pangan dalam negeri juga dipicu oleh rendahnya harga pangan dunia. Hal itu secara tak langsung mempengaruhi harga di dalam negeri.
Sebab, menurutnya, beberapa komoditas pangan domestik masih dipenuhi dari stok impor. Seperti harga daging sapi, gula pasir, kacang hijau dan bawang putih.
Di sisi lain, Lana menilai upaya pemerintah dalam menjaga harga pangan saat ini cukup berhasil. Terlebih setelah adanya pembentukan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan kelengkapan data statisik harga pangan strategis yang bisa diakses secara penuh selama 24 jam.
“Jadi sekarang tidak ada lagi alasan pemerintah daerah tidak mengetahui. Semua sudah tersedia dan bisa diakses,” kata Lana.
Pada Maret 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kelompok bahan makanan tercatat deflasi 0,01 persen. Lana mengatakan, pada bulan ini inflasi pangan akan naik tipis di level 0,1 hingga 0,2 persen.
Adapun inflasi bulanan akan berkisar antara 0,2 hingga 0,3 persen. Menurut dia, kenaikan itu masih wajar dan tergolong rendah.
Dalam beberapa pekan ke depan, Lana menilai, hal yang harus menjadi fokus utama pengawasan yakni para pelaku usaha distribusi pangan. Sebab, menjelang Ramadhan hingga perayaan Idul Fitri, praktik penimbunan komoditas masih sangat memungkinkan dilakukan untuk mengerek harga agar naik.
Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan, pergerakan harga bahan makanan beberapa bulan terakhir cukup stabil. Stabilitas itu diperkuat karena dibarengi dengan musim panen raya. Namun, masih terdapat komoditas hortikultura yang perlu diantisipasi.
“Bawang merah dan bawang putih yang kecenderungan beberapa minggu terakhir mengalami inflasi. Sumbangannya cukup signifikan,” ujar dia.
Pada bulan lalu, tercatat bawang merah dan bawang putih mencatatkan inflasi masing-masing sebesar 0,06 persen dan 0,04 persen.
Meski begitu, senada dengan Lana, Fithra memproyeksikan laju inflasi sementara masih hanya bergerak pada kisaran 0,25 hingga 0,30 persen.
Sebaliknya, kata Fithra, pemerintah perlu mengantisipasi laju inflasi yang disumbang dari kelompok transportasi. Khususnya tarif tiket pesawat yang sejak akhir tahun lalu bertahan di batas atas. Sebab, dorongan kenaikan tarif tiket pesawat terhadap inflasi juga telah dibuktikan Badan Pusat Statistik pada tiga bulan terakhir.