REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY mengatakan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) di DIY menempati urutan kedua di Indonesia dengan skor 52,67. Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu DIY, Amir Nashirudin menatakan, daerah paling rawan ada di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.
Ia menjelaskan tingginya tingkat kerawanan disebabkan karena penyelenggaraan Pemilu seperti kampanye dan data pemilih. Di dua daerah ini, tingkat kerawanan tinggi karena banyaknya penyelenggaraan kampanye yang dilakukan.
Selain itu, faktor lainnya yakni sebaran pemilih luar DIY yang juga tinggi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Setelah Kota Yogyakarta dan Sleman, tingkat kerawanan ini disusul oleh Bantul, Gunungkidul, dan Kulon Progo.
"Kota dan Sleman ini sebaran mahasiswa banyak dan daerahnya beririsan sehingga berpotensi mengalami gangguan," kata Amir pada Rabu (10/4).
Tempat Pemungutan Suara (TPS) pun dapat rawan akan konflik karena Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) yang tidak bisa tertampung saat hari pencoblosan. Hal ini sempat terjadi pada pelaksanaan Pemilu 2014 lalu.
"Surat suara cadangan kan dua persen, kalau DPTb ada 10 persen dan surat suara kurang, orang bisa protes. Ini bisa mengalami gangguan," jelasnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, berbagai upaya telah dilakukan. Bawaslu telah berkonsolidasi dengan seluruh jajaran pengawas serta kepolisian. "Kita juga berkoordinasi dengan kelompok relawan yang sudah MoU dengan kita, ada 25 lembaga," ujarnya.
Wakapolresta Yogyakarta AKBP Ardiyan Mustakim mengatakan kepolisian siap dalam melakukan pengamanan di Kota Yogyakarta. Tidak hanya saat pelaksanaan Pemilu di 17 April nanti, namun juga saat pelaksanan kampanye.
Sekitar 1.300 personel yang dilibatkan dari Polresta Yogyakarta pada hari pelaksanaan Pemilu. "Untuk personel yang menjaga TPS ada 590 orang. Untuk pengamanan kita tiga per empat dari kekuatan sekitar 1.300 personel kita siap," ujarnya.