REPUBLIKA.CO.ID, Genap dua tahun aksi kejahatan penyiraman air keras terhadap penyidik senior pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan berlalu. Dua tahun kasus tersebut, belum terungkap siapa dalang, pun pelakunya. Sampai hari ini, Kamis (11/4), kasusnya masih menjadi misteri. Tak ada satupun nama atau inisial yang berhasil ditetapkan sebagai tersangka, alih-alih diseret ke pengadilan, dan dihukum.
Sementara penyelidikan Tim Gabungan bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian belum menghasilkan sesuatu yang baru. Padahal, tim tersebut sudah tiga bulan bekerja sejak terbentuk 8 Januari 2019.
Novel pun kecewa. Dua tahun menunggu, penyidik 41 tahun itu mengaku pesimistis, pelaku kejahatan yang menyasarnya bakal terungkap ke hadapan hukum. “Saya hanya mau menyampaikan, terlalu lah sudah,” kata dia kepada Republika.co.id, pekan lalu. Kalangan pegiat hak asasi (HAM), serta aktivis anti-korupsi, pun mulai memanen kecambah pesimistis dari buramnya pengungkapan kejahatan terhadap Novel.
Direktur Lokataru Haris Azhar, kepada Republika.co.id, Senin (8/4) menilai kekecewaan Novel sebagai reaksi wajar. Sebagai korban, Novel punya hak supaya pelaku kejahatan yang menyasarnya terungkap dan dihukum seadil-adilnya.
Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Maneger Nasution, mengtakan, faktor pertimbangan politik yang membuat kasus Novel ini tidak akan selesai. Mantan Komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM tersebut mengatakan, kejahatan sistematis yang mendera Novel menjadi catatan bagi pemerintahan jika tak sanggup mengungkapkan kasus ini.
Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menurut Maneger, sebetulnya satu-satunya cara menepis kegagalan tersebut. Menager, pernah menjadi Ketua Tim Investigasi Kasus Novel Baswedan di Komnas HAM. Namun periodeisasi kepemimpinan pada 2017 lalu, membuat namanya ikut tergantikan. Kata dia, kelindan politik dan hukum memang sarat dalam penelusuran para terlibat skandal kejahatan sistematis terhadap Novel. “Ada pengakuan-pengakuan yang mengarah kepada pelaku-pelaku yang tidak biasa,” ujar dia.
Namun Maneger enggan mengungkap pelaku-pelaku yang tidak biasa tersebut. Ia hanya membeberkan hasil Tim Investigasi Komnas HAM menebalkan tiga hal. Pertama menyimpulkan kejahatan terhadap Novel Baswedan adanya dugaan kejahatan hak asasi manusia. Yang menurut UU 39/1999 tentang HAM sebagai aksi kejahatan sistematis dan terencana yang dilakukan lewat peran ‘kekuatan resmi’ terhadap seseorang dengan tujuan pembungkaman dan ancaman.
Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melakukan aksi diam 700 hari penyerangan Novel Baswedan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Kedua, kata Maneger hasil Tim Investigasi Komnas HAM waktu itu juga merekomendasikan kepada pemerintah agar membentuk Tim Ad Hoc atau TGPF. Dan ketiga, meminta Presiden Jokowi, memberikan perhatian khusus terkait kasus Novel tersebut. Tetapi kata Maneger, tiga kesimpulan oleh tim investigasi waktu itu, berujung pada keputusan pleno paripurna internal yang tak sesuai harapan.
“Hasil pleno waktu itu hanya meminta Komnas HAM melanjutkan pemantaun. Keputusan itulah yang dilanjutkan kepemimpinan Komnas HAM saat ini,” terang dia. Menurut Maneger, rekomendasi Komnas HAM pada Desember 2018, lanjutan dari keputusan pleno paripurna November 2017. Yaitu memastikan perlindungan hukum terhadap KPK, dan penyelidikan terkait kasus Novel. Rekomendasi itu pula yang membuat Kapolri Tito Karnavian pada 8 Januari 2019, membentuk Tim Gabungan, tetapi bukan TGPF.
Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi, kepada Republika.co.id, menolak anggapan pemerintah tak bertindak memastikan skandal kejahatan terhadap Novel terkuak. “Begini ya, concern presiden itu, adalah (agar memastikan) penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan segera terungkap. Itu concern-nya,” kata dia, Rabu (10/4). Kata Johan, presiden memerintahkan Kapolri Jenderal Tito, agar tak cuma menangkap pelaku, namun juga membongkar dalang dan aktor intelektual terkait penyerangan tersebut.
Kata Johan, sejak peristiwa 11 April 2017, tiga kali Presiden Jokowi memanggil kapolri. “Mungkin lebih dari tiga kali. Tetapi setahu saya, itu tiga kali,” kata Johan. Tiga kali pemanggilan tersebut, presiden selalu menanyakan yang sama terkait proses penyelidikan dan penyidikan kasus Novel. Tetapi tiga kali pemanggilan, Jenderal Tito menyampaikan proses pengungkapan kasus tersebut, yang masih dalam penyelidikan dan penyidikan.
“Bahwa itu belum ketemu (pelaku dan aktornya) tentu ada kendala-kendala di lapangan dari setiap pengungkapan kasus. Tetapi yang itu, memang Kapolri dan tim penyidik harus terus diingatkan,” kata Johan. Akan tetapi upaya mengingatkan itu, menurut Johan tak lantas menjadikan presiden sebagai sasaran kekecewaan. Karena, Johan memastikan Presiden Jokowi pun, sampai hari ini, terus menagih hasil dari penyelidikan dan penyidikan yang dijanjikan oleh Kapolri.
Soal pembentukan TGPF, Johan mengatakan bukan berarti Presiden Jokow tak ingin membentuknya. Sebab menurut Johan, presiden masih mempercayai janji Kapolri tentang pengusutan tuntas kasus tersebut. “Kalau sampai hari ini TGPF itu memang belum ada (terbentuk) dari presiden. Karena presiden, mendapatkan laporan dari Kapolri, bahwa Polri masih sanggup menuntaskan itu,” kata Johan menambahkan.
Anggota Dewan Pakar Tim Gabungan Polri, Nur Kholis kepada Republika.co.id menyampaikan, pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terus dikebut. Sisa waktu tiga bulan masa kerja tim tersebut, membuat Tim Gabungan masih punya ambisi membuktikan diri sebagai satuan tugas yang dapat dipercaya. “Hari ini (10/11), tim sedang berada di Ambon. Tiga hari kita sudah di sini (Ambon),” ujar dia, Rabu (10/4). Keberadaan Tim Gabungan di Ibu Kota Maluku tersebut untuk memeriksa sejumlah saksi-saksi.
“Ada lebih dari dua saksi di sini yang kita review kembali,” ujar dia. Nur Kholis, tak ingin mengomentari anggapan banyak kalangan tentang kinerja Tim Gabungan yang belum ada hasil selama tiga bulan belakangan. Tetapi kata dia, sejak terbentuk 8 Januari lalu, Tim Gabungan sudah melakukan banyak penyelidikan. Termasuk memeriksa sejumlah perwira tinggi di Kepolisian yang dianggap mengetahui kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
Ia tak bersedia menyebut nama-nama perwira Polri itu. Tetapi ia memastikan, dua di antara yang diperiksa berpangkat bintang. “Saya pastikan itu (dua) yang berpangkat bintang,” kata Nur Kholis. Ia menambahkan, masih ada waktu sekitar tiga bulan sebelum masa kerja Tim Gabungan berakhir. Kata dia, apapun hasil akhirnya, ia berharap dapat menjadi acuan dalam penyidikan lanjutan oleh Kepolisian. Sebab ia optimistis, hasil kerja Tim Gabungan referensi objektif mengungkapkan skandal kejahatan terhadap Novel Baswedan.
Penyidik KPK Novel Baswedan menjawab pertanyaan wartawan saat peluncuran Jam Waktu Novel di gedung KPK, Selasa (11/12/2018).