Kamis 11 Apr 2019 18:41 WIB

Luhut Berjanji Permudah Izin Kapal Tangkap Nelayan

Masalah alat tangkap ikan masih menjadi polemik

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Kapal penangkap ikan (ilustrasi)
Foto: dkp.kutaikartanegarakab.go.id
Kapal penangkap ikan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan berjanji akan mempermudah proses perizinan kapal penangkapan ikan bagi nelayan. Kemudahan yang dijanjikan Luhut khususnya terkait pengukuran kapal.

“Saya sudah mengumpulkan pimpinan-pimpinan nelayan di kantor. Jadi, kita selesaikan mengenai pengukuran kapal 30 gross ton ke bawah akan diselesaikan di tingkat kabupaten,” kata Menko Luhut dalam keterangan resminya, Kamis (11/4) sore.

Baca Juga

Selain itu, Luhut turut meminta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi beserta Institut Teknologi Bandung untuk meneliti berkurangnya spesies ikan tertentu di perairan sekitar Banyuwangi, Jawa Timur.

Menurut dia, pengurangan stok spesies ikan di perairan tersebut juga disinyalir karena adanya penggunaan alat tangkap cantrang. Oleh sebab itu, Luhut juga meminta penelitian yang dilakukan BPPT dan ITB juga mendalami persoalan alat tangkap yang saat ini masih digunakan.

"Cantrang itu ada macam-macam. Ada cantrang yang sampai ke bawah yang akhirnya akan merusak karang dan yang jaringnya terlalu rapat sehingga menangkap semua ikan," katanya.

Pemerintah, kata Luhut, akan mengatur dengan baik seluruh persoalan yang masih dihadapi oleh nelayan hingga saat ini. Dimulai dari proses perizinan kapal penangkap ikan hingga masalah alat tangkap yang masih menjadi polemik.

Ia pun meminta kepada nelayan untuk disiplin ketika melaut. Nelayan tidak diperbolehkan mengambil ikan secara berlebihan hingga ketersediaan ikan habis. Terkait persoalan ini, Luhut menengaskan kepada seluruh masyarakat nelayan untuk saling menjaga kelestarian alam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement