REPUBLIKA.CO.ID, Kebakaran yang melanda Masjid al-Aqsha di Yerusalem pada Senin (15/4) waktu setempat memang tidak menyebabkan kerusakan parah. Namun yang pasti membahayakan bagian situs ibadah yang berusia lebih dari 2.000 tahun itu.
Dilansir Sputnik, mengutip pernyataan Departemen Wakaf Islam Masjid al-Aqsha, api muncul dari kamar penjaga di luar ruangan shalat al-Marwani pada Senin (15/4) petang.
Namun terbakarnya Masjid tersebut ternyata bukan kali yang pertama. Setidaknya pada 21 Agustus 1969 pernah terjadi. Hal ini dikisahkan oleh seorang penulis Hanna Hassan dalam tulisan opinunya di middleeastmonitor.com. Dia mengisahkan begini:
Pada 21 Agustus 1969, seorang Kristen ekstremis Australia, Dennis Michael Rohan, berusaha membakar Masjid Al-Aqsa. Tindakannya ini mendapat restu yang jelas dari pasukan pendudukan Israel. Dan sampai sekitar 48 tahun kemudian, Masjid Mulia Al-Aqsa tetap berada di bawah ancaman sebesar sebelumnya.
Saat itu, yakni pada hari Kamis pagi ketika alarm berbunyi tiba-tiba para penjaga Palestina di kompleks Aqsa melihat asap mengepul dari sayap tenggara masjid. Setelah diperiksa lebih dekat, mereka melihat kobaran api di dalam ruangan yang dipakai untuk shalat.
Maka umat Muslim dan Kristen Palestina kemudian sama-sama bergegas ke masjid untuk memadamkan api. Celakanya pasukan pendudukan Israel mencegah masuknya mereka. Tak ayak meudian terjadi bentrokan singkat tapi sengit. Mereka pun segera berjalan ke tempat suci itu dan mulai mengatasi api.
Namun, ternyata untuk memadakam api di Masjidil Aqsha kala itu tak mudah. Alat pemadam kebakaran gagal tak berfunsgu. Mereka pun mencari sumber air lain, tetapi hanya menemukan pompa rusak dan selang terputus. Maka umat Islam dan Nasrani yang bersatu lalu mengambil inisiatif. Mereka dengan cepat untuk membentuk rantai manusia dan menggunakan ember dan wadah kecil lainnya untuk membawa air ke masjid yang terbakar.
Uniknya, ketika truk pemadam kebakaran dari kota-kota sekitar Tepi Barat Nablus, Ramallah, Al-Bireh, Bethlehem, Hebron, Jenin, dan Tulkarem tiba, pasukan pendudukan Israel juga mencegah mereka mencapai tempat kejadian. Mereka mengklaim bahwa adalah tanggung jawab Kotamadya Yerusalem untuk menangani situasi kebakaran tersebut. Maka api kemudian dibiarkan menyala selama berjam-jam dan sempat jilatannya mencapai jendela yang tepat berada di bawah kubah Masjid al-Aqsha, sebelum api akhirnya padam.
Dan setelah asap itu hilang, tingkat kerusakannya baru dapat diketahui. Api ternyata telah menyapu beberapa bagian tertua masjid, terutama menghancurkan mimbar kayu dan gading berusia 900 tahun yang dihadiahkan oleh Salahuddin Al-Ayubi, serta panel mosaik di dinding dan langit-langit. Kala itu kemudian ditemukan banyak area di dalam masjid yang menghitam karena terbakar.
Ketika berita tentang 'neraka api' itu menyebar, maka memantis munculnya akis demonstrasi yang panas terjadi di seluruh kota. Kota Yerusalem yang diduduki Israel pun mogok, langkah ini kemudian dicontoh oleh warga Palestina yang tingga di Tepi Barat, dan bahkan di wilayah Israel.
Sebagai reaksi untuk mengatasi meluasnya aksi demonstrasi, semua titik akses ke masjid diblokir oleh pasukan keamanan Israel. Akibatnya, ibadah shalat Jum'at yang akan berlangsung keesokan harinya tidak diadakan di kompleks. Adanya ketiadaan shlat Jumat di Masjidil Aqsha kala ini tercatat dalam sejarah sebab untuk pertama kalinya terjadi sejak masjid didirikan.