REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dikeluarkannya izin impor bawang putih oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) beberapa hari lalu diharapkan dapat meningkatkan stabilitas pasokan dan harga jelang Ramadhan. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran berharap distribusi bawang putih oleh importir ke pasar dapat berlangsung lancar tanpa hambatan.
Menurutnya, saat ini pasokan bawang putih di pasar sudah berangsur baik meski lonjakan harga belum turun secara signifikan. “Saat ini pasokan sudah lumayan di pasar,” kata Ngadiran saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (21/4).
Dia menjelaskan, sejauh ini distribusi pasokan oleh perusahaan impor (importir) bawang putih sudah berangsur-angsur membaik meski secara harga belum terlihat adanya penurunan yang signifikan. Meski begitu, pihaknya juga mempertanyakan distribusi pasokan pada Ramadhan maupun Lebaran nanti. Mengingat, kata dia, kebutuhan konsumsi dari tahun ke tahun pada momentum tersebut umumnya meningkat.
Ngadiran menjelaskan, naik turunnya harga pada momentum-momentum besar seperti Ramadhan dan Lebaran kerap ditentukan oleh ketersediaan pasokan yang ada. Pihaknya mengaku tidak memiliki wewenang menstabilkan pasokan karena semuanya tergantung dari tindakan yang diambil importir.
“Kalau importir buka keran (pasokan), ya harga tidak akan bergejolak. Tapi kalau kerannya ditutup, tentu saja harga bergejolak,” kata dia.
Mengacu catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga bawang putih sedang pada 21 April 2019 mencapai Rp 46.900-Rp 60 ribu per kilogram (kg). Pada catatan tersebut, secara nasional harga terendah bawang putih berada di wilayah Kalimantan Barat dengan rata-rata harga sebesar Rp 32.250 per kg, sedangkan harga tertinggi berada di wilayah DKI Jakarta sebesar Rp 60 ribu per kg.
Dengan acuan harga tersebut, Ngadiran mengaku hal tersebut sesuai dengan yang terjadi di pasaran. Untuk itu dia meminta kepada pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar dapat meminta komitmen para mitra dagang di tingkat distribusi dan sektor lainnya untuk solid menstabilkan harga serta pasokan, yakni dengan tidak bermain-main pada komitmen dagang yang disepakati.
Komoditas pangan seperti bawang putih misalnya, kata dia, membutuhkan gudang stok yang memiliki standarisasi khusus untuk menghindari kerusakan barang. Ketersediaan gudang stok tersebut menurutnya hanya dimiliki oleh para importir sehingga pemenuhan pasokan secara menyeluruh hanya dapat mengandalkan sektor tersebut.
“Kalau pedagang dan pasar itu nggak punya gudangnya, jadi kalau kita beli barang lebih dari kapasitas harian konsumsi pelanggan kami, barang bisa rusak di gudang,” kata dia.
Diketahui, pada rapat koordinasi nasional (rakornas) yang berlangsung pada (18/3) lalu, pemerintah secara resmi menunjuk Badan Usaha Logistik (Bulog) sebagai pelaksana impor bawang putih sebesar 100 ribu ton. Keputusan yang sempat menuai kontroversi tersebut lantaran Bulog tidak dikenai kewajiban tanam sebesar lima persen dari kuota impor yang ditentukan tidak seperti importir.
Kepala Bagian Informasi dan Humas Bulog Teguh Firmansyah mengatakan, hingga saat ini Bulog belum menerima surat resmi dari Kemendag tentang kelanjutan pelaksanaan importasi sebagaimana hasil rakornas yang disepakati.
“Jadi kami belum tahu Bulog dikasih izin (impor) atau tidak oleh Kemendag,” kata Teguh.