REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah penamaan delima dapat ditelusuri dengan memerhatikan terminologi ilmiahnya, Punica granatum. Punica merupakan istilah yang dipakai bangsa Romawi Kuno untuk menyebut penduduk Fenisia (bahasa Inggris: Phoenicia) di pesisir Afrika Utara.
Fenisia memiliki ibu kota Kartago—kini wilayah negara Tunisia. Masyarakat Roma menyebut delima sebagai Malum punicum, “apel Punic”, karena buah itu didatangkan dari sana. Dalam keilmuan taksonomi, genus Punica terbilang istimewa karena hanya terdiri atas dua spesies, yakni protopunica dan delima. Protopunica adalah leluhur genus tersebut dan tergolong endemik karena hanya ditemukan di Pulau Saqatra, sekitar Yaman Selatan.
Adapun istilah granatum merupakan bentuk jamak dari kata bahasa Latin granum yang artinya ‘biji-bijian’ (bahasa Inggris: grain). Ed Stover dan Eric W Mercure dalam artikelnya, “The Pomegranate: A New Look at the Fruit of Paradise”, mencontohkan, masyarakat Amerika Serikat sampai kini masih menyebut delima sebagai seedy apple, ‘apel yang berbiji banyak.’
Dalam bahasa Prancis, terjemahan delima adalah grenade, sehingga tidak beda daripada granat tangan (bahasa Inggris: grenade). Buah tersebut memang menyerupai bentuk granat. Dalam bahasa Spanyol, delima adalah granada, yang mengingatkan kita pada salah satu pusat kosmopolitan di Andalusia, kota Granada. Di sanalah lokasi istana Alhambra, yang tercatat sebagai situs warisan dunia versi UNESCO. Penyebutan delima dalam bahasa Spanyol mungkin karena Granada sebagai sentra perniagaan dibanjiri pelbagai komoditas, termasuk buah tersebut.
Sementara itu, bahasa Arab memakai kata رمان (rumaan) untuk menandai delima. Gillian Riley menjelaskan di dalam bukunya, Food in Art: From Prehistory to the Renaissance, bahwa kata tersebut diadopsi ke dalam bahasa Italia abad pertengahan menjadi, romania, yakni suatu resep masakan yang menggunakan delima.
Kitab al-Tabikh karya al-Baghdadi memuat resep rummaniya, yaitu daging domba yang ditumis dengan bumbu rempah-rempah lalu diberi saus jus delima segar. Oleh karena itu, menurut Riley, banyak penulis dari masa kemudian yang keliru lantaran menganggap romania sajian khas Roma atau berbahan anggur Romania—sebuah negara di Semenanjung Balkan.