REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochammad Afifuddin, mengkritisi ketiadaan tenaga medis yang mendampingi petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) saat bertugas. Hal ini menurutnya menjadi pemicu banyak KPPS hingga meninggal dunia.
"Tenaga medis memang setahu saya tidak menjadi hal yang secara teknis disiapkan khusus," ujar Afif dalam diskusi bertajuk 'Silent Killer Pemilu' di Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4).
Menurut Afif, yang diatur dalam undang-undang maupun Peraturan KPU yakni di setiap TPS selain terdapat para petugas KPPS, ada pula petugas keamanan yang berjaga di dalam dan luar TPS, saksi dan pengawas TPS."Yang menjadi perhatian kita biasanya memang soal keamanan dan itu memang diatur. Kalau kesehatan setahu saya memang tidak secara spesifik diberikan," ungkap.
Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman, mengakui hal tersebut. Menurut Arief agak sulit untuk meminta adanya petugas kesehatan karena akan menambah jumlah orang yang terlibat dalam setiap TPS di seluruh Indonesia.
"Kami rekrut KPPS beserta linmas sudah capai 7,2 juta orang, Panwas rekrut pengawas TPS itu 810 ribu sekian, totally yang terlibat di tingkat TPS ditambah polisi serta saksi, kalau hadir semua itu lebih dari 15 juta orang," ujarnya.
Arief pun meminta semua pihak tidak saling menyalahkan atas banyaknya petugas Pemilu yang meninggal dunia dan mengalami sakit akibat kelelahan dalam bertugas pada Pemilu 2019 ini.
"Saya pikir nggak perlu salahkan siapa-siapa," ungkapnya.