Selasa 30 Apr 2019 14:41 WIB

OJK tak Ingin Asal Beri Restu Investor untuk Muamalat

Investor harus memiliki skema penguatan yang baik saat masuk ke Muamalat.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Logo Bank Muamalat terpasang depan kantor pusatnya, Jakarta, Ahad (2/12).
Foto: Republika/Prayogi
Logo Bank Muamalat terpasang depan kantor pusatnya, Jakarta, Ahad (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap pada keputusannya menunggu investor potensial yang dapat menyuntikkan dana besar sekaligus untuk Bank Muamalat. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, Heru Kristiyana mengatakan dana tersebut harus mampu menyehatkan sekaligus mengembangkan.

"Kita tidak ingin deal dengan ketidakpastian, karena itu bahaya, kalau suatu ketika krisis nanti begitu lagi," katanya di Jayapura, Senin (26/4) malam.

Baca Juga

Heru menyampaikan OJK terus mengawasi perkembangan penguatan permodalan yang dilakukan bank syariah pertama di Indonesia itu. Banyak investor yang datang dan pergi, menyatakan minat jadi investor namun ternyata tidak memiliki cukup uang.

OJK, kata dia, tidak ingin sembarangan memberi restu. Tidak hanya harus memiliki modal yang cukup, investor baru juga harus punya skema penguatan yang baik ketika masuk ke Bank Muamalat.

"Tunjukan minatnya dengan kemampuan, simpan uangnya di escrow, lalu nanti ditanya pola atau cara ingin menyehatkannya seperti ini, bisa memberi manfaat tidak," kata dia.

Heru menyampaikan OJK sendiri masih menghitung proyeksi modal riil yang dibutuhkan oleh Bank Muamalat. Namun ia menyebut jumlahnya bisa minimal Rp 4 triliun. 

"Untuk menunjukkan kesungguhan, simpan dana di escrow, bisa berapa saja, kalau bisa Rp 4 triliun itu bagus banget, kalau Rp 2 triliun, nanti kita hitung," kata Heru.

Yang jelas, tambahnya, Bank Muamalat adalah bank besar dengan historis yang melekat erat sehingga harus dijaga. Kepemilikan modal dari calon investor akan diperiksa dan harus berasal dari sumber yang baik. 

Ia menambahkan, OJK tidak mencari calon investor potensial untuk Bank Muamalat karena bukan bagian dari tugas mandat. OJK hanya mengawasi proses yang berlangsung antara perseroan dengan calon investor.

"Tidak boleh ya, ini kan dealnya antara pemilik dengan calon investor, kita governance nggak dapat, kita serahkan saja, kita mengawasi saja," kata Heru. 

Bank Muamalat merupakan bank dengan aset terbesar kedua di Indonesia. Sehingga kondisi primanya dinantikan agar dapat memberi imbas besar pada industri perbankan, khususnya syariah. 

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan mereka sedang menunggu proses Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank Muamalat pada 17 Mei 2019 mendatang. Setelah itu baru akan menentukan langkah selanjutnya.

"Tunggu RUPS, dari dulu kan kita sudah sampaikan silakan RUPS kalau ada investor potensial, sekarang sudah ada silakan RUPS apa nanti keputusannya," kata Wimboh.

Ia tidak ingin menyebut langkah OJK selanjutnya jika hasil RUPS Bank Muamalat nanti mengizinkan Al Falah milik Ilham Habibie menjadi pembeli saham siaga. Rencananya Al Falah akan menyuntikkan modal sebesar Rp 2,2 triliun melalui right issue.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement