REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Adaro Energi Tbk berencana akan terus meningkatkan produksi batubara kalori tinggi atau biasa disebut cooking coal. Tahun ini, perusahaan menargetkan produksi empat juta ton cooking coal yang berasal dari tambang dalam negeri dan tambang kastrel yang baru baru saja diakuisisi oleh Adaro.
Direktur Produksi Adaro Energi, Chia Ah Hoo menjelaskan perusahaan memang selama ini memilki target produksi sebesar 54 hingga 56 juta ton batubara. Namun, tak semuanya merupakan batubara kalori menengah dan rendah saja. Perusahaan menargetkan pada tahun ini bisa memproduksi 4 juta ton batubara kalori tinggi.
"Kami ada produksi di tambang Kalimantan Tengah dan juga Australia. Tapi ini memang lapangan baru, jadi kami perlu waktu. Secara bertahap sampai dengan produksi maksimal. Untuk tahun ini kami coba untuk bisa kejar produksi 4 juta ton cooking coal," ujar Chia di Hotel Raffles, Selasa (30/4).
Chia menjelaskan 4 juta ton tersebut terdiri dari 1 juta ton dari tambang Kalimantan Tengah dan 3 juta ton dari tambang Kastrel di Australia. "Australia juga kita memang ada ditargetkan 40 persen naik dibandingkan tahun lalu. Porsi kita 3 juta lah. Itu hak cooking coal, equity medcoal ini 4 juta," ujar Chia.
Chia juga memastikan perusahaan akan terus melakukan peningkatan produksi cooking coal ini. Hal tersebut karena melihat potensi pasar dan juga dari sisi margin harga yang juga lebih baik dibandingkan dengan batubara kalori menengah ke rendah seperti kebutuhan pembangkit listrik.
"Harapannya, ke depan cooking coal porsinya bisa lebih besar, tapi ini perlu waktu dan persiapan yang panjang supaya lebih sustainable," ujar Chia.
Senada dengan Chia, Presiden Direktur Adaro Energy, Gharibaldi Tohir menjelaskan perusahaan mendapatkan kontribusi yang besar jika memproduksi cooking coal. Kontribusi ini akan terus meningkat jika produksi ditingkatkan.
"Jangan mikir volumenya. 4 juta cooking coal itu sama aja harganya sama dengan berapa puluh juta thermal coal. Karena harganya beda. Jadi kontribusinya ke produksi besar karena harga dan margin itu beda," ujar Garibaldi.