Senin 06 May 2019 09:25 WIB

Pemkot Bogor Pelajari Opsi Obligasi Daerah

Penerbitan obligasi daerah diharapkan mempercepat pembangunan infrastruktur Bogor.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Friska Yolanda
Penumpang melewati kubangan air di jalan yang rusak di Terminal Bubulak, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/2/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Penumpang melewati kubangan air di jalan yang rusak di Terminal Bubulak, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor kini sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur guna mempersiapkan keberadaan LRT dan penunjang lainnya. Oleh karena itu, Pemkot Bogor sedang mengupayakan tereaslisasinya pemasukan dana selain dari pendapatan asli daearh (PAD) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Salah satu pilihannya adalah menerbitkan obligasi.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugianto mengatakan, obligasi daerah yang sedang dikaji dan dipelajari oleh Pemkot Bogor diharapkan bisa membantu percepatan infrastruktur ke depan. Saat ini, opsi obligasi itu masih dalam tahap sosialisasi dari kementerian terkait.

Baca Juga

Ia menegaskan, Pemerintah Kota Bogor secara internal masih membahas pembangunan apa saja yang bisa dilakukan dari pendapatan obligasi daerah tersebut. Kata dia, dipastikan ada peningkatan dari pembangunan ke depannya.

Ia menambahkan, tujuan mengeluarkan rencana Obligasi daerah bagi pemerintah Kota Bogor adalah untuk meningkatkan akselerasi PAD. Karena menurutnya, selama ini Pemkot Bogor tidak bisa secara konvensional hanya mengandalkan APBD atau banuan dari pusat, karena juga harus ada pemasukan dari yang lainnya.

“PAD Kota Bogor saat ini sekitar Rp 900 miliar, mudah-mudahan tahun depan bisa Rp 1 triliun. Dan ketika ada obligasi daerah semoga bisa semakin bertambah untuk percepatan infrastruktur,” ujarnya kepada Republika.co.id, Ahad (5/5). 

Wali Kota Bogor yang menjabat di periode kedua tersebut mengatakan, akan berpacu dan fokus dengan program 'Bogor Berlari' yang dicanangkan. Kata dia, program tersebut akan menjadi alternatif yang akan menjadi pemebenah bagi tranportasi, infrastruktur dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Ia menegaskan, untuk merealisasinya tidak hanya mengandalkan dana dari APBD karena tidak akan mampu menutupi semuanya.

Sebelumnya, sesuai dengan LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban) pasangan Bima Arya-Usmar yang dilaksanakan April lalu menyebutkan bahwa di periode pemerintahan Bima Arya di Kota Bogor pada 2014-2019, menyebutkan beberapa masalah infrastruktur dan transportasi yang belum selesai. Dalam laporan tersebut, pembebasan lahan R3, sepanjang 1,25 kilometer (km) dan proyek trotoar sepanjang 4 km bagi pedestrian belum selesai direalisasikan. Dalam laporan tersebut juga menyebutkan sepanjang 351 km atau sekitar 55 persen jalanan di Kota Bogor berkualitas baik, sisanya masih perlu untuk ditingkatkan. Selain itu, trotoar yang kualitasnya baik di Kota Bogor hanya sekitar 20 km.

Di periode pemerintahan kedua Bima Arya bersama Dedie Rachim ini, Bima Arya dengan Kota Bogor lebih memfokuskan untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur dan transportasi. Hal tersebut juga untuk mendukung pemanfaatan LRT yang akan memberi manfaat pada Kota Bogor ke depannya.

Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim yang hadir dalam sosialisasi dengan pihak Kementerian Keuangan terkait pemaparan Obligasi Daerah Kota Bogor itu mengatakan, ada modalitas baru yang harus dihadapi oleh Pemkot Bogor yaitu terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2017 tentang LRT. Ia menegaskan, tahun depan ketika proses lelang sudah selesai, maka proyek akan masuk ke Kota Bogor, sehingga diharapkan Kota Bogor bisa lebih membenahi diri untuk memanfaatkan potensi yang dibawa dari pembangunan LRT itu.

“Menurut studi, ada sekitar 120 ribu penumpang LRT nantinya, yang juga akan mengunjungi Bogor, bayangkan seperti apa manfaatnya nanti. Untuk itu Kota Bogor harus lebih siap infrastrukturnya agar bisa lebih membantu memberi manfaat dari kehadiran LRT,” ujarnya.

Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI Astera Primanto Bhakti mengatakan obligasi daerah biasanya digunakan untuk proyek yang sifatnya strategis dan sangat dibutuhkan. Ada beberapa syarat khusus agar pemerintah daerah bisa merealisasi Obligasi tersebut.

Syarat utama dalam menerbitkan obligasi daerah adalah harus adanya kemampuan fiskal yang baik, serta APBD yang cukup untuk membayar utang-utang yang diterima. Kapasitas fiskal adalah jumlah pendapatan yang diterima pemerintah daerah dikurangi pengeluaran kebutuhan pokok.

Menurutnya, jika fiskal dan APBD suatu pemerintahan itu baik, maka potensi dalam mendapatkan obligasi juga akan menjadi lebih besar. “Belum ada daerah yang selesai, karena memang membutuhkan proses yang panjang juga. Saat ini baru Jawa Tengah yang hampir selesai menerbitkan obligasinya,” kata dia. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement