REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengungkapkan sejumlah penyebab banyaknya pengawas pemilu yang tertimpa musibah saat bertugas di lapangan. Salah satu dugaan penyebabnya, adalah karena kelelahan dalam bertugas mengawasi pemilu.
"Mungkin karena kelelahan karena ritme kerjanya cepat, harus selesai pada waktu yang sama pemungutan dan penghitungan suaranya pada hari pemungutan suara," ujar Ratna di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (8/4).
Sebelum hari H, pengawas ini juga sudah mengeluarkan energi besar, mulai dari mengawasi DPT, distribusi logistik, dan mengawasi peredaran form C6. Apalagi, kata Ratna, Bawaslu juga meminta mereka melakukan patroli pengawasan pada hari tenang.
"Mereka mungkin sudah lelah sebelum hari pemungutan suara. Kemudian, mereka terus bekerja pada hari H dengan fokus yang tinggi. Belum lagi, ada kekurangan logistik yang mengakibatkan beban kerja mereka bertambah," tuturnya.
Selain kelelahan fisik, kata Ratna, pengawas TPS juga besar kemungkinan mengalami kelelahan psikologis. Hal ini disebabkan karena beban kerja besar dengan tekanan yang tinggi.
"Contohnya, ada TPS sudah dibuka, tetapi logistiknya baru tiba beberapa jam setelah dibuka. Padahal pemilih sudah datang. Ya, bisa saja, pihak kami mengalami tekanan karena tuntutan dari pemilu. Minimal secara psikologis terganggu," ungkapnya.
Ratna mengatakan pihaknya tidak mengetahui pasti, apakah pengawas ini mempunyai riwayat sakit sebelumnya. Menurut dia, kalaupun ada, maka hal tersebut bisa menjadi pemicu karena beban kerja besar dan tekanan tinggi.
"Jadi, bukan hanya kelelahan fisik saja, tetapi juga kelelahan psikologis dalam kondisi tertentu. Misalnya, kekecewaan pemilih yang bisa mengarah ke penyelenggara karena logistik terlambat dan kondisi lainnya," tambah Ratna.
Sebelummya, Ketua Bawaslu, Abhan, mengatakan hingga saat ini ada 92 pengawas pemilu meninggal dunia saat bertugas. Data tersebut terpantau hingga 2 Mei lalu.
"Sampai hari ini ada 92 orang pengawas pemilu yang wafat. Terdiri dari 74 orang laki-laki dan 18 orang perempuan," ujar Abhan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (2/5).
Kemudian, dari 92 orang yang wafat tersebut Bawaslu sudah melakukan klasifikasi. Sebanyak sembilan pengawas yang meninggal berusia di bawah 30 tahun.
Kemudian, sebanyak 78 pengawas yang meninggal berusia antara 30 tahun - 40 tahun. "Serta ada lima pengawas yang meninggal berusia antara 50 tahun - 60 tahun, " tutur Abhan.
Lebih lanjut dia menuturkan jumlah pengawas pemilu yang rawat inap sebanyak 398 orang. Sebanyak 1.592 pengawas menjalani rawat jalan.
"Kemudian yang mengalami kecelakaan dalam menjalankan tugas penyelenggaraan pemilu ada 250 orang, yang mengalami kekerasan 20 orang, yang mengalami cacat permanen ada 14 orang, yang mengalami keguguran karena sebagai seorang ibu menjalankan tugas-tugas pengawasan ada 14 orang dan yang mengalami cedera ada 18 orang, " paparnya.