Rabu 15 May 2019 15:43 WIB

Pembangunan Permukiman Israel Melonjak Sejak Trump Berkuasa

Pemerintah AS mendukung proyek permukiman Israel di Tepi Barat.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Foto: EPA
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS) pada 2016 berdampak terhadap meningkatnya pembangunan permukiman ilegal Israel, terutama di Tepi Barat. Hal itu tercermin dari anggaran proyek yang digelontorkan Israel. 

Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Keuangan Israel, pada 2017, yakni tahun pertama Trump memerintah, Pemerintah Israel menggelontorkan dana sebesar 1,65 miliar shekel atau sekitar Rp4 triliun untuk pembangunan infrastruktur di Tepi Barat, mencakup jalan, sekolah, dan bangunan publik. 

Baca Juga

Dana pembangunan itu melonjak sekitar 39 persen. Sebab pada 2016, Israel hanya mengucurkan dana sebesar 1,19 miliar shekel untuk pembangunan infrastruktur di Tepi Barat. 

Jika melihat data Kementerian Keuangan Israel, dana pembangunan di Tepi Barat pada 2017 adalah yang tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Peniliti dari kelompok pemantau anti-permukiman, Peace Now, Hagit Ofran, mengatakan terpilihnya Trump sebagai presiden AS tampaknya telah memperkuat pemerintah pro-pemukim Israel. 

"Mereka tidak malu lagi dengan apa yang mereka lakukan. Mereka merasa lebih bebas untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan," kata Ofran. 

Menurut dia, pembangunan jalan di Tepi Barat adalah salah satu yang patut disorot. Selain kerap membelah desa-desa Palestina, pembangunan jalan menjadi titik tolak untuk proyek-proyek selanjutnya. 

Ofran menilai, pembangunan jalan memungkinkan Israel memperluas proyek permukimannya di Tepi Barat. "Itu sangat mengkhawatirkan," ujarnya. 

Menteri Transportasi Israel, Israel Katz dan Menteri Pendidikan Israel Naftali Bennett menolak mengomentari hal tersebut. Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga enggan memberikan tanggapan. 

Sementara itu juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh mengkritik tajam dukungan AS terhadap proyek-proyek infrastruktur Israel di Tepi Barat. "Ini membuktikan bahwa pemerintahan AS saat ini mendorong kegiatan permukiman," kata dia. 

Ia menyatakan hal itu menjadi alasan utama Palestina meragukan rencana perdamaian AS untuk Timur Tengah, termasuk konflik Israel-Palestina, atau dikenal dengan istilah Deal of the Century. Rudeineh menyatakan bahwa Palestina siap menolak rencana tersebut. 

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengatakan pada PBB bahwa ada lebih dari 600 ribu pemukim Israel yang saat ini tinggal di Tepi Barat. Hal itu menjadi bukti bahwa Tel Aviv memang berniat mencaplok wilayah yang diduduki itu. 

Kendati demikian, al-Maliki menegaskan bahwa Palestina masih berkomitmen terhadap solusi dua negara. "Terlepas dari ketidakadilan yang sedang berlangsung ini, kami tetap berkomitmen untuk perdamaian dan aturan hukum internasional. Mengapa? Karena itu satu-satunya jalan ke depan," ucapnya dikutip laman Anadolu Agency

Sejak Trump terpilih sebagai presiden, AS telah mengambil beberapa kebijakan kontroversial, satu di antaranya adalah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017. AS menjadi negara pertama di dunia yang melakukan hal tersebut.

Pada Mei 2018, AS memutuskan memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Langkah itu tak pelak memicu kemarahan rakyat Palestina, baik mereka yang tinggal di Tepi Barat maupun Jalur Gaza. 

Trump juga memerintahkan agar kontribusi AS bagi Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dihentikan. Hal itu menyebabkan UNRWA mengalami krisis pendanaan karena Washington merupakan penyandang dana terbesar di organisasi itu. 

Pada Maret lalu, Trump secara resmi mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Golan adalah wilayah yang diduduki Israel pasca Perang 1967. Sebelumnya Golan menjadi bagian dari teritorial Suriah. 

Trump mengabaikan kecaman dan kritik yang dilayangkan padanya setelah mengambil keputusan tersebut. Namun, PBB telah menyatakan menolak mengakui langkah Trump mengakui Golan sebagai wilayah Israel. 

Berbeda dengan PBB, Netanyahu bergembira atas keputusan Trump mengakui Golan sebagai wilayah negaranya. Dalam pertemuan kabinetnya pekan lalu, Netanyahu mengatakan telah menemukan satu lokasi di Golan untuk dibangun sebuah kota. 

Kota itu nantinya akan diberi nama "Trump". Netanyahu mengatakan itu merupakan bentuk penghargaan dan apresiasi dari pemerintahannya untuk Donald Trump. 

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement