REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Theresa May menghadapi pertemuan tidak nyaman dengan anggota parlemen Partai Konservatif. Pasalnya, partai pengusung May itu meminta perdana menteri untuk mengundurkan diri dalam beberapa pekan ke depan.
Anggota eksekutif komite yang mengawasi kepemimpin partai akan bertemu pada Kamis (16/5) waktu setempat. Anggota komite Geoffrey Clifton-Brown mengatakan anggota komite ingin May menetapkan jadwal kapan ia mengundurkan diri.
Anggota parlemen yang pro-Brexit semakin gelisah karena Inggris tidak juga keluar dari Uni Eropa. Padahal sudah tiga tahun rakyat Inggris menyatakan mereka ingin keluar dari blok tersebut. Banyak orang menyalahkan May atas kebuntuan itu.
May berpendapat ia sudah berhasil mencapai kesepakatan perpisahan dengan Uni Eropa. Tapi kesepakatannya itu ditolak parlemen tiga kali. Perdana Menteri Inggris itu akan mencoba membawa kesepakatannya ke parlemen untuk keempat kalinya pada bulan depan.
May berharap kali ini parlemen bersedia untuk mendukung kesepakatan yang ia ajukan. Inggris akan keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober setelah sebelumnya diundur dari 29 Maret.
Sebelumnya, juru bicara May mengatakan pemerintahan May dan Partai Buruh terus berupaya untuk mencari kesepakatan terbaik keluar dari Uni Eropa. "Kedua belah pihak akan mempelajari berbagai masalah yang dibahas selama pembicaraan beberapa pekan terakhir ini," kata juru bicara May, Selasa lalu.
Sejak bulan April lalu May berpaling ke Partai Buruh untuk menyelamatkan Brexit. Ia bekerja sama dengan oposisi agar kesepakatan yang ia ajukan dengan Uni Eropa didukung parlemen.
Sebab, sejauh ini May gagal mengamankan dukungan kesepakatan Brexit yang ia ajukan. Karena selain Partai Buruh sebagai oposisi, beberapa anggota Partai Konservatif dan Partai Persatuan Demokratik Irlandia Utara yang mengusungnya tidak mendukung kesepakatan tersebut.