Jumat 17 May 2019 13:43 WIB

BI Dorong Penerbitan Surat Berharga Komersial

Surat berharga komersial berfungsi sebagai alternatif pendanaan jangka pendek.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Karyawan melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (13/5).
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (13/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menandatangani Perjanjian Penatausahaan dan Penyelesaian Transaksi Surat Berharga Komersial (SBK) dengan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) di Gedung Thamrin, Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (17/5). Ini sebagai upaya mengakselerasi penerbitan dan transaksi instrumen SBK sebagai sumber pendanaan jangka pendek nonperbankan. 

Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Agusman menjelaskan, SBK merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh korporasi nonperbankan. Bentuknya, surat sanggup dan berjangka waktu sampai dengan satu tahun yang terdaftar di BI. "Fungsinya sebagai alternatif pendanaan jangka pendek, misalnya modal kerja maupun bridging finance," ujarnya saat memberikan kata sambutan.

Agusman mengatakan, banyak keuntungan yang didapatkan melalui penerbitan SBK. Bagi korporasi yang menerbitkan, SBK menjadi alternatif pendanaan selain melalui perbankan dan tidak dijamin dengan agunan. Diharapkan, sudah ada korporasi yang siap menerbitkan SBK tahun ini.

Di sisi lain, bagi investor, SBK merupakan alternatif investasi di instrumen pasar uang dengan imbal hasil yang lebih kompetitif dibandingkan produk pasar yang lain. "Ini (SBK) jadi pilihan dengan return lebih baik antara penempatan di bank atau luar bank," tutur Agusman. 

Agusman menjelaskan, akselerasi penerbitan dan transaksi instrumen SBK ini juga sebagai upaya konsisten dalam mendorong permintaan domestik. Penandatanganan antara BI dan KSEI sekaligus menjadi tanda bahwa infrastruktur pasar SBK telah lengkap dan siap untuk dioperasionalkan guna melayani penerbitan dan transaksi SBK.

Kelengkapan infrastruktur SBK di antaranya adalah peraturan berupa Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Anggota Dewan Gubernur. Regulasi ini sudah diterbitkan mencakup pengaturan SBK dan lembaga pendukung pasar.

Agusman menjelaskan, penunjukan KSEI sebagai lembaga penyimpanan dan penyelesaian transaksi SBK oleh BI merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan tata kelola dalam penerbitan maupun transaksi. 

Agusman menjelaskan, dorongan penerbitan SBK setelah meredup pascakrisis ekonomi 1998 adalah agar pasar keuangan Indonesia dapat memiliki karakteristik semakin mendalam. Kondisi ini memungkinkan pertumbuhan ekonomi kuat di tengah kondisi perekonomian global yang melambat. 

Sementara itu, Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menilai, SBK dapat menjadi instrumen pembiayaan yang dapat menciptakan kestabilan ekonomi Indonesia. Sebab, pembiayaan tersebut dapat mendorong kegiatan ekonomi dan bisnis dengan tidak sekadar mengandalkan pembiayaan dari perbankan. 

Bagi BI, keberadaan SBK membuat instrumen di pasar keuangan semakin kaya. Ini akan memudahkan BI untuk menjalankan kebijakan moneter yang terawasi secara lebih efektif ke sektor riil. "Saat ini, instrumen masih sangat minim menyebabkan suku bunga dan nilai tukar tinggi," ucap Dody.

Instrumen yang terbatas juga menyebabkan investor memiliki sedikit opsi dalam penempatan dananya. Hal ini menimbulkan potensi investor asing untuk keluar dari pasar uang Indonesia semakin besar. 

Ke depan, BI akan terus melakukan edukasi kepada potensial issuer dan program sosialisasi untuk mengembangkan SBK. BI juga akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan harmonisasi regulasi, terutama peraturan yang mengatur lembaga-lembaga jasa keuangan yang dapat memanfaatkan SBK sebagai alternatif pendanaan jangka pendek dan juga sebagai investasi.

Karakteristik SBK yakni diterbitkan dan ditatausahakan tanpa warkat, dialihkan secara elektronik, diterbitkan dengan sistem diskonto, diterbitkan dalam denominasi rupiah atau valuta asing. Nilai penerbitan paling sedikit Rp 10 miliar serta 1 juta dolar AS atau yang setara dengan itu. 

Tenornya adalah satu, tiga, enam, sembilan dan 12 bulan, serta memiliki peringkat instrumen yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat terdaftar di BI. Adinda Pryanka

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement