Sabtu 25 May 2019 16:22 WIB

Apa Jadinya Bila Pendakian Puncak Everest Alami Kemacetan?

Lalu lintas para pendaki yang berdiri terlihat padat ketika menuju puncak Everest.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Budi Raharjo
Pendaki harus mengantre menuju puncak Gunung Everest di Nepal.
Foto: The Independent
Pendaki harus mengantre menuju puncak Gunung Everest di Nepal.

REPUBLIKA.CO.ID, KATHMANDU -- Dua pendaki gunung tewas di Puncak Everest. Kematian terjadi setelah kerumunan orang terjebak dalam antrean yang mengarah ke puncak gunung tertinggi di dunia.

Pendaki India, Anjali Kulkarni (55 tahun), meninggal dalam perjalanan kembali dari pendakian ke puncak Gunung Everest pada Rabu (22/5), menurut putranya Shantanu Kulkarni. Dilansir di CNN, Sabtu (25/5), disebutkan Kulkarni terjebak dalam kemacetan di atas kamp empat pada ketinggian 8.000 meter. Itu adalah kamp terakhir sebelum puncak.

Menurut Shantanu Kulkarni, ibunya telah melakukan perjalanan selama lebih dari 25 tahun dan telah dilatih untuk mendaki Gunung Everest selama enam tahun terakhir. Dia telah menyelesaikan sejumlah perjalanan besar, termasuk Gunung Elbrus di Rusia selatan dan Gunung Kilimanjaro di Tanzania. Dia juga seorang pelari maraton yang rajin.

Anjali Kulkarni memiliki agen periklanan bersama suaminya. "Tetapi mereka berdua pensiun untuk mengejar impian mereka untuk berdiri di puncak Gunung Everest," kata Shantanu.

Pendaki gunung Amerika Donald Lynn Cash (55 tahun), juga meninggal pada Rabu setelah pingsan karena penyakit ketinggian saat turun dari puncak, menurut perusahaan ekspedisi Nepal Pioneer Adventure Pvt Ltd. Foto-foto yang diambil pada 22 Mei 2019 dan dirilis oleh pendaki Proyek Ekspedisi Nirmal Purja menunjukkan lalu lintas padat para pendaki gunung yang berdiri untuk menuju puncak Gunung Everest.

Pendaki Nirmal Purja memposting gambar di Instagram lalu lintas manusia yang padat di gunung itu pada Rabu, menunjukkan jejak padat pendaki yang berkerumun di punggung bukit yang terbuka ke puncak. Dia menambahkan bahwa ada sekitar 320 orang dalam antrian ke puncak gunung di area yang dikenal sebagai "zona kematian."

Danduraj Ghimire, direktur jenderal Departemen Pariwisata Nepal, menolak dugaan bahwa kemacetan pendaki berkontribusi pada kematian, menyebut klaim tersebut tidak berdasar.

Puncak Gunung Everest memiliki ketinggian 8.848 meter. Pada tingkat itu, setiap napas hanya mengandung sepertiga oksigen yang ditemukan di permukaan laut.

Tubuh manusia juga cepat memburuk pada ketinggian itu, yang berarti kebanyakan orang dapat menghabiskan hanya beberapa menit di atas, tanpa pasokan oksigen tambahan, sebelum menjadi tak tertahankan. "Cuaca belum terlalu bagus pada musim pendakian ini, jadi ketika ada tanda kecil ketika cuaca cerah, pendaki bergerak," kata Ghimire.

"Pada 22 Mei, setelah beberapa hari cuaca buruk, ada tanda kecil cuaca cerah, ketika lebih dari 200 pendaki gunung naik ke Everest. Penyebab utama kematian di Everest adalah penyakit ketinggian yang terjadi pada sebagian besar pendaki yang kehilangan nyawa mereka musim ini juga," tambahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement