REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon wakil presiden (cawapres) Maruf Amin angkat bicara terkait permintaan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kubu oposisi meminta MK mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) 01.
"Kalau minta sih boleh aja, namanya minta tapi nanti yang memutuskan MK," kata Maruf Amin di Jakarta Selatan, Senin (27/5).
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengatakan, tidak semua perkara di MK dapat diputuskan semaunya berdasarkan permintaan pemohon. Dia mengatakan, MK nantinya akan memeriksa serta melihat berkas perkara yang diajukan sebelum mengambil keputusan.
"Benar nggak tuntutannya itu kalau berpekara begitu? Kalau semua mau nanti MK memutuskan apa?" kata Maruf lagi.
Meski demikian, dia mengapresiasi langkah BPN yang membawa sengketa hasil Pemilu 2019 berdasarkan jalur hukum. Mustasyar Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) ini mengatakan, langkah BPN sesuai dengan harapan kubu calon presiden (capres) pejawat sejak awal.
Mantan Rais Aam PBNU ini mengatakan, MK memang memiliki kewenangan untuk menelesaikan masalah jika memang ada ketidakpuasan. Dia melanjutkan, lembaga peradilan itu juga telah diberi otoritas dan kewenangan oleh undang-undang.
"Sesuai dengan konstitusi ke Bawaslu, kemudian ke MK. Jadi itu jalur yang benar, jalur yang konstitusional," kata Ma'ruf lagi.
Hasil rekapitulasi KPU mendapati pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin mengantongi suara terbanyak dalam pemilu 2019. Paslon 01 unggul dengan perolehan 55,5 persen berbanding 45,5 persen suara bagi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Kubu 02 lantas menolak hasil tersebut dengan alasan Pemilu 2019 penuh dengan kecurangan sehingga memutuskan untuk membawa permasalahan itu ke MK. Berdasarkan berkas gugatan yang diajukan, BPN meminta MK untuk menyatakan pasangan Joko Widodo-Maruf Amin didiskualifikasi.