REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyatakan, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga bakal menyiapkan bantuan hukum bagi Mustofa Nahrawardaya. Politikus PAN tersebut diperiksa polisi atas kasus hoaks kerusuhan 22 Mei 2019.
"Saya kira pasti kita dukung (bantuan hukum). Seharusnya mereka dibebaskan semua," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Senin (27/5).
Bukan hanya Mustofa, Fadli juga berbicara soal Ahmad Dhani yang sudah empat bulan mendekam di penjara lantaran unggahan di Twitter-nya. Fadli terus mengkritik penegakan hukum di Indonesia yang tajam hanya pada oposisi.
Fadli merujuk pada pelaku ancaman pembunuhan dirinya melalui Twitter yang tak kunjung ditangkap. Bahkan, kata Fadli, tak banyak pelaku penghinaan atas Prabowo Subianto yang ditindak, bahkan dibiarkan bebas.
"Jadi, kita ini jadi warga negara kelas dua, jadinya di Republik Indonesia ini penegakan hukum itu hanya tajam kepada orang-orang yang dianggap berseberangan terhadap pemerintah," kata dia.
Politikus PAN Mustofa Nahrawardaya diperiksa polisi pada Ahad (26/5) terkait unggahan hoaks di Twitter pribadi Mustofa, @AkunTofa dan @TofaLemonTofa. Mustofa diduga mengunggah hoaks terkait tewasnya Harun Rasyid dalam kerusuhan 22 Mei 2019.
Kepala Subdirektorat II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisaris Besar Polisi Rickynaldo mengonfirmasi, unggahan Mustofa yang diperkarakan adalah unggahan pada 24 Mei 2019 yang menyebut Harun Rasyid tewas dikeroyok aparat. Di unggahan itu, dilampirkan video penganiayaan aparat yang terjadi pada warga lain.
"Bener banget, cuitannya membuat onar," kata Rickynaldo saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Ahad (26/5).
Unggahan Mustofa dianggap hoaks lantaran yang dianiaya oleh aparat bukanlah Harun, melainkan orang lain. Polisi merilis dan mengklaim orang yang menjadi korban penganiayaan adalah Andi Bibir sehingga Mustofa dianggap mengunggah hoaks.
Mustofa pun ditangkap pada Ahad (26/5) dini hari. Ia ditangkap berdasarkan Surat Perintah Penangkapan bernomor SP.Kap/61/V/2019/Dittipidsiber tertanggal 26 Mei 2019. Berdasarkan surat perintah itu, Mustofa diduga keras melakukan tindak ujaran kebencian berdasarkan SARA atau pemberitaan bohong melalui media Twitter.
Mustofa diduga melanggar Pasal 45 A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang diketahui tanggal 24 Mei 2019 di Jakarta Selatan.