REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tentu saja pengemasan cara bermusik baru ala Al-Farabi tak sekadar mencampur begitu saja. Berbagai elemen musik yang berbeda itu menghasilkan lagu yang berlirik dari puisi-puisi kuno jazirah Arab. "Kita memadukan unsur Timur dan Barat, vokal sebagai penyeimbang dengan ketukan pelan di setiap lagu," papar Thamer Farhan, pentolan banda al-Farabi,
Dalam setiap elemen lagu, imbuh Thamer, pasti ada penggemarnya masing-masing. Tak ayal, popularitas Al-Farabi diakui di semua kalangan penggemar musik. Pencinta musik di Arab Saudi sebagian besar berusia muda. Mereka memang dikenal haus pada seni musik yang bisa mewakili gejolak jiwa dan emosinya."Saya percaya Al Farabi telah menyediakan kebutuhan para muda," papar Thamer.
Bukan hanya produktivitas bermusik yang mereka jaga. Setiap personel Al-Farabi memegang kuat prinsip jika musik adalah sebentuk ilmu sains. Sama seperti ilmuwan besar Al-Farabi menemukan musik sebagai alat terapi jiwa.
Ideologi itulah yang membawa band Al-Farabi mantap mengenalkan musik mereka lewat lokakarya. Mereka juga kerap diundang untuk mengisi kuliah musik. Berbagai tips khusus diperkenalkan bagi khalayak tentang musik eksperimental serta cara menghasilkannya melalui instrumen yang ada.
"Kita percaya ilmu yang diserap para pendengar ini bisa meningkatkan pengetahuan mereka sekaligus menambah penggemar musik kita," harap Thamer.
Langkah yang ditempuh Al Farabi terbilang tak biasa di kalangan dunia Arab. Keunikan menjadi pilihan bermusik mereka. Seperti yang bisa ditarik dari lagu "Story of King". Ide awalnya dari Mothanna yang sangat mengagumi Raja Arab Saudi, Faisal. Segeralah dia mencari lirik yang cocok untuk menggambarkan karakter sang rsja.
Pengetahuan Mothanna tentang puisi Arab sangat membantu proses pengerjaan lagu tersebut. Dia memilih beberapa lirik dari puisi karya pujangga terbaik Arab Saudi, Al-Mutanabi. Kemudian Mothanna mengombinasikan musik klasik dan petikan gitar elektrik. Musiknya dipoles kembali dengan tarikan gitar bas dan entakan musik oleh Diya.