Jumat 07 Jun 2019 11:33 WIB

Trump Nilai Iran Negara Gagal Setelah AS Jatuhkan Sanksi

Trump meminta Iran bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan baru.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Andri Saubani
Presiden AS Donald Trump saat upacara penyambutan di taman Istana Buckingham di London, Senin (3/6). Trump melakukan kunjungan tiga hari di Inggris.
Foto: AP Photo/Frank Augstein
Presiden AS Donald Trump saat upacara penyambutan di taman Istana Buckingham di London, Senin (3/6). Trump melakukan kunjungan tiga hari di Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, CAEN - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menilai, Iran gagal sebagai bangsa setelah Washington memberlakukan sanksi tahun lalu. Padahal, menurut Trump, Iran dapat membalikkan hal itu dengan sangat cepat dalam pembicaraan dengan para pemimpin di Teheran.

"Ketika saya menjadi presiden, Iran adalah negeri penuh teror. Iran masih menjadi negara teror dan masih dikenal sebagai pemenang teror," kata Trump kepada wartawan sebelum mengadakan pembicaraan bilateral dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Caen, Prancis barat, setelah menghadiri upacara untuk memperingati ulang tahun D-Day ke-75, Kamis (6/6).

"Mereka gagal sebagai bangsa, tetapi saya tidak ingin mereka gagal sebagai bangsa.  Kita bisa membalikkannya dengan sangat cepat tetapi sanksi itu luar biasa seberapa kuatnya mereka," kata dia.

Trump mengutuk perjanjian nuklir, yang ditandatangani oleh pendahulunya Barack Obama, sebagai perjanjian yang tidak benar sebab tidak permanen dan karena tidak mencakup program rudal balistik Iran atau perannya dalam konflik di sekitar Timur Tengah. Dia meminta Iran untuk melakukan negosiasi dengan AS dalam mencapai kesepakatan baru.

"Saya mengerti mereka ingin bicara dan itu baik, kita akan bicara. Satu hal yang tidak bisa mereka miliki adalah senjata nuklir," kata Trump.

Sementara Presiden Hassan Rouhani, yang bersikap lebih lunak kepada Khamenei, pekan lalu mengatakan, Iran bersedia mengadakan pembicaraan jika AS menunjukkan rasa hormat dan mencabut sanksi. Meski demikian, Trump menegaskan bahwa Washington tidak memiliki perbedaan dengan sekutu Eropa-nya atas Iran. Ia mengatakan, bahwa Perancis juga tidak ingin Iran memperoleh senjata nuklir.

Para penandatangan Eropa untuk kesepakatan 2015 (Prancis, Inggris dan Jerman) berbagi keprihatinan yang sama dengan AS atas program rudal balistik Iran dan kegiatan regional. Namun, ketiga negara telah membela perjanjian nuklir. Menurut mereka, setidaknya hal itu membatasi program nuklir Iran dan dapat menjadi dasar untuk pembicaraan di masa depan.

"Saya pikir kami memiliki tujuan yang sama di Iran. Kami ingin memastikan mereka tidak mendapatkan senjata nuklir. Kami memiliki kesepakatan hingga tahun 2025 dan kami ingin melangkah lebih jauh dan memiliki kepastian penuh dalam jangka panjang," kata Macron.

Macron menilai, mengurangi aktivitas balistik dan menahan Iran secara regional itu perlu, sehingga dapat terlaksana tujuan yakni perdamaian di wilayah tersebut. "Untuk membangun itu kita perlu memulai negosiasi. Kita perlu membuka negosiasi baru," tambah Macron.

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan pada Selasa bahwa Teheran tidak akan tertipu oleh tawaran negosiasi Trump. Iran tidak akan menyerah program misilnya.

Iran dan AS terlibat dalam konfrontasi keras dalam sebulan terakhir. Hal ini terjadi selang setahun setelah Washington menarik diri dari kesepakatan antara Iran dan kekuatan global lain untuk mengekang program nuklir Teheran dengan imbalan mencabut sanksi internasional.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement