REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Knalpot sepeda motor yang bising, menjadi salah satu penyebab bentrokan berdarah antar warga desa di Buton, Sulawesi Tenggara (Sulteng). Selain itu, aksi penyerangan membuat kerusuhan mencapai puncaknya.
Dua orang meninggal dunia dalam peristiwa tersebut. Puluhan kepala keluarga kehilangan tempat tinggal lantaran rumahnya dibakar, dan ratusan warga pun memilih mengungsi ke tempat yang aman.
Kepala Biro Penerangan Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan kronologi versi kepolisian dalam peristiwa tersebut. Kata dia, berawal dari massa konvoi warga Desa Sampoabalo pada Selasa (4/6) malam. Sekitar pukul 21:00 WIB, puluhan pemuda dari desa tersebut mengendarai sepeda motor dengan knalpot yang bising melintasi perkampungan di Gunung Jaya.
“Konvoi itu membuat masyarakat resah. Ini (aksi konvoi) awal pemicunya (kerusuhan),” kata Dedi, Jumat (7/6). Tak selesai malam itu, pada Rabu (5/6) siang, seorang pemuda Desa Sampoabalo berkunjung ke salah satu warga di Desa Gunung Jaya. Kata Dedi, saat hendak melintas Desa Gunung Jaya, pemuda asal Desa Sampaobalo itu mendapat serangan. Yaitu berupa aksi pemanahan.
Pemuda tersebut, mengalami luka pada bagian dada. Tak senang mendapat serangan, pemuda itu pun mengadu ke kerabat di kampungnya. Terpancing emosi, ratusan warga dari Desa Sampaobalo, pun menyatroni Desa Gunung Jaya. Warga Desa Gunung Jaya yang tak terima dengan kedatangan warga Desa Samaobalo, melawan. Kerusuhan pun tak terhindarkan. Dari pendataan sementara, Jumat (7/6) kerusuhan antar warga di dua desa tersebut dibayar dengan meninggalnya dua warga setempat.
Tak cuma itu, puluhan warga lainnya juga mengalami luka-luka. Puluhan rumah dibakar dan mengalami rusak parah. Akibatnya, sekitar 800-an warga dari dua kampung tersebut mengungsi ke tempat yang aman. Sebagian diantara yang mengungsi lantaran kehilangn tempat tinggal dan harta benda.
Dedi mengatakan, selama kerusuhan tersebut biang masalah sempat bergeser ke soal sentimen kesukuan. Tak ingin masalah menjadi semakin lebar dan berujung SARA, kepolisian setempat dibantu Tentara Nasional Indonesia (TNI) kerja keras menentramkan situasi. Saat ini, kata Dedi Polri dan TNI bersama tokoh-tokoh masyarakat dan agama dari kedua desa terus mengupayakan rekonsiliasi untuk mencari jalan perdamaian.
Soal keamanan, kata Dedi Polri sudah menerjunkan tiga SSK Brimob. Dari TNI satu SST pun ikut terlibat membantu keamanan. Para personel keamanan tersebut berjaga-jaga di dua desa, dan di antara perbatasan dua kelompok warga bertikai. “Itu untuk memastikan kerusuhan tidak terjadi kembali. Kepolisian dibantu TNI masih berjaga-jaga dilokasi,” kata Dedi menambahkan.
Dedi melanjutkan, saat ini (7/6) situasi di dua perkampungan tersebut kondusif meski masih tampak adanya ketakutan di dua warga desa. Namun kata dia, proses rekonsiliasi untuk berdamai terus dilakukan demi menghindari konflik susulan. “Proses perdamaian yang kita dahulukan supaya bentrokan tidak terjadi lagi,” sambung dia. Salah satu upaya perdamaian yang saat ini dilakukan adalah soal ganti rugi dari rumah rusak dan terbakar. Keterlibatan pemerintah setempat menjadi penjamin pengganti rugi rumah tinggal yang rusak dan terbakar.
Dari lokasi kejadian, Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Holdenhurt memastikan, Kapolda Sultra Brigjen Iriyanto, sampai Jumat (7/6) masih berada di perbatasan kedua desa untuk menjamin keamanan. Kata dia, mediasi antar warga, bersama tokoh-tokoh masyarakat kedua desa dan agamawan terus dilakukan. “Yang menjadi pekerjaan kita sekarang ini, untuk memastikan kerusuhan tidak terulang lagi. Supaya masyarakat bisa meredam emosinya,” ujar dia saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (7/6) petang.
Harry mengatakan, meski rekonsiliasi untuk berdamai menjadi prioritas utama, memang penegakan hukum tak bisa ditanggalkan. Hanya menurut dia, proses tersebut ada waktu yang tepat setelah usaha berdamai pungkas. “Sambil kita mengupayakan perdamaian, penegakan hukum tetap kita lakukan. Kita (Kepolisian) saat ini sedang bekerja untuk membuat situasi yang damai dan memberikan keamanan bagi kedua warga,” kata dia. Soal pelaku dan provokator tawuran, Harry menegaskan tetap dalam proses penyelidikan.