Senin 10 Jun 2019 14:49 WIB

Tingginya Harga Tiket Pesawat Gerus Pendapatan Wisata NTB

Pemulihan sektor pariwisata NTB pasca-gempa terganggu harga tiket pesawat yang tinggi

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nur Aini
Festival Pesona Bau Nyale: Ribuan warga dan wisatawan mengumpulkan Nyale (cacing laut warna-warni) pada Festival Pesona Bau Nyale 2019 di pantai Seger Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang dikelola oleh Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) di Kuta, Praya, Lombok Tengah, NTB, Senin (25/2/2019).
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Festival Pesona Bau Nyale: Ribuan warga dan wisatawan mengumpulkan Nyale (cacing laut warna-warni) pada Festival Pesona Bau Nyale 2019 di pantai Seger Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang dikelola oleh Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) di Kuta, Praya, Lombok Tengah, NTB, Senin (25/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Chapter Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Ernanda Agung Dewobroto mengatakan tingginya harga tiket pesawat berdampak langsung pada sektor pariwisata di NTB. Ernanda menyampaikan, perjuangan pemulihan sektor pariwisata NTB harus menghadapi tantangan baru berupa tingginya harga tiket pesawat.

"Ini masih terkait tiket pesawat itu sangat berpengaruh sekali, karena dengan tiket pesawat mahal orang jadi malas," ujar Ernanda kepada Republika.co.id di Mataram, NTB, Senin (10/6).

Baca Juga

Ernanda mengatakan, pangsa pasar wisatawan nusantara (wisnus) di NTB berasal dari Pulau Jawa. Dengan kenaikan harga tiket pesawat, kata Ernanda, masyarakat di Pulau Jawa lebih memilih berwisata di Pulau Jawa.

"Orang-orang (di Pulau Jawa) pariwisata hanya di sekitar Pulau Jawa, di sana bagus okupansi, tapi (hotel) yang luar Jawa habis. Orang-orang sekarang lebih suka gunakan jalan darat daripada pesawat apalagi fasilitas bagus karena ada tol," kata Ernanda. 

Ernanda yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Hotel Mataram (AHM) dan General Manager (GM) Hotel Golden Palace di Kota Mataram, menyampaikan tingkat okupansi kamar hotel di Mataram pada periode bulan suci Ramadhan dan liburan Lebaran, Mei hingga awal Juni, berada di bawah 30 persen.

"Kalau dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sekira 60 persen, tentu menurun," ucap Ernanda. 

Ernanda mengatakan penurunan okupansi tak bisa dilepaskan dari bencana gempa yang melanda NTB pada akhir Juli hingga Agustus 2018. Meski demikian, kata Ernanda, gairah sektor pariwisata di Mataram sudah mulai menunjukan tren positif sejak awal tahun.

Para pelaku usaha hotel di Mataram sudah melakukan beragam cara, mulai dari promosi, diskon harga kamar, hingga menyediakan paket menarik.

"Kemarin yang menginap di hotel didominasi masyarakat yang memanfaatkan libur lebaran, untuk MICE yang menjadi andalan kita memang belum," kata Ernanda menambahkan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement