REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik sekaligus Direktur Riset Populi Center, Usep S Ahyar menilai koalisi yang dibangun partai politik di Indonesia selalu berjalan dinamis. Dia menyebut tak ada yang abadi dalam sebuah koalisi.
"Jadi koalisi itu tidak ada yang abadi dalam konteks koalisi politik. Koalisi itu untuk kepentingan pilpres dan segala macemnya," ucap Usep kepada Republika.co.id, Senin (10/5).
Meskipun saat ini banyak partai yang berkompetisi, kata Usep, partai itu akan fleksibel untuk berkoalisi jika memiliki kepentingan yang sama. Sebab, dia mengatakan, pembentukan koalisi hanya didasarkan pada asas kepentingan.
"Misalnya, untuk pemilihan Pimpinan DPR atau MPR mungkin akan muncul koalisi baru. Ada lagi dalam konteks tawar menawar kebijakan Pemerintah, itu ada koalisi dan seterusnya," jelasnya.
Dia menilai, kompetisi yang masih berlangsung antara kubu Tim Kampanyenya Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno hanya sebatas kepentingan Pemilu. Koalisi itu akan berubah seiring adanya kepentingan baru.
Selain itu, Usep berpendapat, Gerindra yang saat ini menjadi partai pengusung utama Capres Prabowo Subianto, bisa saja bergabung atau membentuk koalisi dengan PDI-P selaku pengusung utama Capres Joko Widodo. "Kalo gerindra itu bisa saja (bergabung dengan PDI-P) karena pernah bekerj sama. Menurut saya, agak rasional dengan PDI-P. Sebab, dari sisi platformnya juga telatif dekat," tuturnya.
Diketahui, Koalisi Indonesia Kerja terdiri atas 10 partai, yakni PDI-Perjuangan, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, Hanura, PSI, Perindo, PKPI, dan PBB. Koalisi tersebut merupakan
Pendukung Capres-Cawapres 01, Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pemilu 2019.
Sedangkan, Koalisi Indonesia Adil Makmur terdiri dari lima partai, yakni Gerindra, PKS, PAN, Partai Demokrat dan Partai Berkarya. Koalisi tersebut merupakan pendukung Capres-Cawapres 02, Prabowo-Sandiaga Uno.