REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan berencana melakukan evaluasi tarif ojek daring atau online (ojol) yang diterapkan saat ini jika ternyata memberatkan konsumen. Evaluasi tersebut dilakukan dengan cara survei di lima kota Indonesia untuk mengetahui dampak dari implementasi ketentuan tarif ojol yang mulai diterapkan sejak 1 Mei 2019 lalu.
Menhub Budi Karya Sumadi, mengatakan, tarif ojol pada dasarnya bersifat dinamis. Dengan kata lain, apa yang dilakukan oleh Kemenhub terkait kebijakan tarif adalah usulan dari para pengemudi ojol baik dari Gojek maupun Grab.
"Kita hanya melakukan tahapan diskusi. Tidak pernah kami memutuskan sendiri. Apa yang kita lakukan itu adalah usulan pengemudi," kata Budi kepada wartawan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (12/6).
Budi menyampaikan, riset yang tengah dilakukan dalam rangka evaluasi tarif, selain mendengar aspirasi pengemudi, juga mendengar saran dari konsumen serta aplikator. Pasca riset dirampungkan, pihaknya akan kembali melakukan sosialisasi di lima kota yang menjadi lokasi riset.
Adapun lima kota tersebut yakni di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Makassar, dan Surabaya. "Jadi, tidak benar kalau kita memutuskan sendiri. Ini dari aspirasi, kalau tidak percaya, bisa ditanyakan kepada kelompok-kelompok pengemudi. Mereka semua yang mengusulkan," tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, apabila dari hasil survei diketahui ketetapan tarif yang diterapkan memberatkan konsumen, Kementerian Perhubungan akan melakukan koreksi.
Penerapan tarif ojol saat ini berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019 yang diturunkan melalui Kebijakan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 mengenai penerapan tarif ojek daring yang terbagi ke tiga zona.