Kamis 13 Jun 2019 15:42 WIB

Mali Berada dalam Fase Kritis Proses Perdamaian

Perdamaian di Mali semakin jauh dari harapan terwujud.

Rep: Puti Almas/ Red: Nashih Nashrullah
Tentara Mali (ilustrasi)
Foto: AP/Baba Ahmed
Tentara Mali (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA — Perwakilan khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Mali, Mahamat Salef Annadif, mengatakan kekerasan yang sedang terjadi di negara Afrika itu semakin mengkhawatirkan dan tengah memasuki fase kritis dari proses perdamaian. 

Dia menyerukan dilakukan segera tindakan nyata untuk mengamankan situasi. Perjanjian damai 2015 antara kelompok-kelompok bersenjata dan Pemerintah Mali masih memiliki peluang untuk memberi kemajuan dalam situasi dalam enam hingga 12 bulan ke depan. “Sejak awal 2012, Pemerintah Mali telah berupaya melulihkan stabilitas di negara tersebut,” kata dia sebagaimana dilansir xinhuanet.com, Kamis (13/6).    

Baca Juga

Annadif mengatakan dilakukannya penandatanganan kesepakatan antara partai mayoritas dan oposisi, dan pembentukan pemerintah berbasis luas, serta nominasi Perdana Menteri Boubou Cisse pada 22 April lalu telah menandai fase baru dalam proses perdamaian di Mali. Hal ini dikatakan telah membuka jalan bagi reformasi politik dan kelembagaan, termasuk penciptaan zona pengembangan di utara Mali.   

Dengan kembalinya pemerintah ke wilayah itu, penduduk dapat kembali mengakses layanan dasar. Hal ini juga merupakan salah satu tujuan utama dari kesepakatan damai.   

Namun, peluang-peluang perdamaian ini dapat dicapai jika situasi keamanan di Mali dapat dijaga dengan baik. Secara khusus dia mengatakan di wilayah yang rentan mengalami serangan, seperti Desa Sobane-Da pada awal bulan ini, hingga terjadinya pembunuhan Koulougon dan Ogassagou pada Januari dan Maret. 

Dalam mengakhiri insiden yang menganggu situasi keamanan, Misi Multidimensional Stabilisasi Terpadu PBB di Mali telah melakukan sejumlah upaya. Di antaranya adalah menyelidiki kasus serangan antaretnis, teror, dan memberi rekomendasi kepada pemerintah untuk melakukan tindakan. 

Sementara, pasukan MINUSMA telah menjaga situasi keamanan khususnya memberi perlindungan kepada warga sipil. Mereka juga menjaga penyaluran bantuan kemanusiaan. 

Kekacauan yang terjadi telah memecah belah Mali dalam tujuh tahun terakhir. Termasuk di antaranya adalah terjadinya kudeta militer, pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak Tuareg, serta perebutan wialayah utara negara itu oleh kelompok ekstremis radikal.   

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement