REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pembinaan Narapiana dan Latihan Karya Produksi Ditjen Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kemenkumham, Junaedi akhirnya angkat bicara ihwal terciduknya terpidana perkara korupsi proyek KTP-elektronik (KTP-el) Setya Novanto di sebuah toko bangunan daerah Kabupaten Bandung Barat, bersama istrinya, Deisty Astriani Tagor, beberapa waktu lalu.
Menurut Junaedi, perginya Novanto saat berobat di RS Santosa, Bandung Jawa Barat tanpa pengawalan. "Saya coba untuk klarifikasi dulu ya. Jadi bukan pelesiran. Beliau itu dirawat di RS dan meninggalkan RS tanpa sepengetahuan petugas yang mengawal," tutur Junaedi di Jakarta, Senin (17/6).
Ia pun menerangkan awal mula Novanto dibawa ke rumah sakit saat mantan Ketua Umum Partai Golkar itu sakit pada Senin (10/6) pekan lalu. Novanto pun diperiksa di Lapas Sukamiskin dan direkomendasikan dirawat di RS Sentosa, Bandung Jawa Barat.
Karena adanya rekomendasi tersebut, Kalapas Sukamiskin langsung menyetujui dan membawa Novanto ke RS Sentosa. Sesampai di RS, Novanto langsung dirawat inap dengan pengawalan. "Rawat inap ini dengan pengawalan melekat. Petugas dari Lapas 2 orang, dari kepolisian 1 orang," ujar Junaedi.
Mantan Ketua DPR RI itu dirawat di lantai 8 kamar 851. Kemudian, pada Jumat (14/6) Novanto merasa sudah pulih dan izin pamit kepada pengawal untuk membayar administrasi di lantai tiga.
"Saat keluar, Setnov didampingi keluarga dan naik kursi roda. Sampai di Lantai 3, kira-kira 10 menit pengawal cek kok tidak ada. Ternyata beliau meninggalkan RS. Dilaporkan kepada KaLapas, Kadiv KaKanwil," ungkap Junaedi.
Ternyata pada pukul 17.43, Pak Setnov kembali ke RS Sentosa. Atas kembalinya beliau itu dilaporkan kembali oleh pengawal. Setelah itu Pak Setnov dibawa ke Lapas Sukamiskin.
"Pak Setnov dilakukan pemeriksaan, diambil suatu tindakan tegas oleh KaKanwil, dipindahkan ke Gunung Sindur. Petugasnya dilakukan oleh pemeriksaan oleh tim, adanya kelalaian itu ada di mana. Ya nanti akan mendapatkan sanksinya," tambah Junaedi.
Atas kejadian tersebut, sambung Junaedi saat ini Kemenkumham masih mengkaji untuk memindahkan narapidana kasus korupsi itu ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. "Masih dalam tahap kajian ya. Kajian terus dilakukan dan nanti kita tunggu saja keputusan Bapak Menteri (Yasonna)," ujarnya.
Junaedi menerangkan ada sejumlah aturan yang harus diselesaikan terkait pemindahan napi korupsi ke Lapas Nusakambangan. Salah satunya, mengacu pada Permenkumham Nomor 29 Tahun 2015. Sementara untuk kantor wilayah, diatur melalui Permenkumham 28 Tahun 2015.
"Unit-unit pelaksanaan teknis, atau lembaga pemasyarakatan Rutan itu ada di bawah Kanwil, bukan berada di Irjen. Oleh karena itu, peristiwa yang ada di UPT ini diselesaikan pada tingkat wilayah. Nanti apabila di tingkat perlu konsultasi dan koordinasi dengan pusat, ya kami koordinasi," terangnya.
Namun, lanjut Junaedi, untuk pemindahan napi korupsi ke Lapas Nusakambangan, keputusannya tetap berada di tangan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Hamonganan Laoly. "Mengenai penetapan koruptor ada di Nusa Kambangan, itu adalah kewenangan Menteri. Belum diputuskan itu," ujarnya.