REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Fatoni
Ali bin Ali Thalib berkata, ''Alangkah cepatnya jam demi jam dalam satu hari, alangkah cepatnya hari demi hari dalam satu bulan, alangkah cepatnya bulan demi bulan dalam setahun, alangkah cepatnya tahun demi tahun dalam umur manusia."
Dalam hidup manusia terdapat tonggak-tonggak umur yang sangat penting, di antaranya umur 40 tahun sebagaimana tertera dalam Alquran (Al-Ahqaf: 15--16).
Nabi Muhammad SAW juga mengilustrasikan dalam sebuah hadisnya, ''Bila seseorang sudah mencapai usia 40 tahun, lalu kebaikannya tidak mengatasi kejelekannya, setan mencium di antara kedua matanya dan berkata, 'inilah manusia yang tidak beruntung.'"
Dalam riwayat lain, Nabi bersabda, ''Barang siapa umurnya sudah melebihi empat puluh tahun, sedang kebaikannya tidak lebih banyak dari kejelekannya, hendaklah ia mempersiapkan keberangkatannya ke neraka.''
Dari dua hadis tersebut di atas, Nabi SAW menganjurkan umatnya untuk memeriksa amal perbuatannya setiap kali menyadari umurnya kian bertambah. Dengan demikian, umur merupakan aset sekaligus pertanggungjawaban. Kita bisa beruntung dan celaka dengan umur panjang kita.
Semuanya bergantung pada amal yang kita perbuat. Syahdan, menurut beberapa riwayat, sebelum Rasulullah SAW mengembuskan nafas terakhirnya, beliau mengatakan, ''Ummati, ummati, ummati,'' dengan lirih dan sendu.
Kata ummati yang diungkapkan beliau itu sinonim dari kata komunitas atau masyarakat, yang menurut Chairil Anwar dalam salah satu puisinya adalah 'laksana lautan', terkadang bergelombang dan bergolak yang melambangkan keteguhan dan keperkasaan seakan siap menelan dan menghantam semua yang dihadapi.
Di lain waktu, ia laksana hamparan biru permadani yang menggambarkan ketenangan dan kedamaian. Namun, laut juga bisa diibaratkan sebagai "tong sampah", tempat pembuangan segala macam kotoran, sampah, limbah, dan sebagainya.
Konteks yang diungkap Rasulullah tersebut merupakan refleksi dari pertanyaan siapakah di antara kita yang semangat imannya terus bergelombang seiring dengan pertambahan umurnya? Siapa pula yang tetap tenang dan tenteram meski cobaan datang bertubi-tubi?
Siapakah di antara kita yang justru tidak memanfaatkan sisa umur ini dalam kebaikan dan keimanan? Orang semacam inilah bak tong sampah, tempat pembuangan kotoran sosial maupun kultural.
Toh, umur ditentukan oleh mutunya, bukan panjangnya. Rasulullah menyimpulkannya dalam dua kalimat, ''Manusia paling baik ialah yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya. Manusia paling buruk ialah yang panjang umurnya dan buruk amalnya.''