REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo meminta peneliti dan ahli kebencanaan mengembangkan sebuah sistem kesiapsiagaan bencana yang terhubung satu sama lain guna meminimalisasi jumlah korban.
"Bencana tidak bisa dicegah dan dihindari tetapi jangan ada lagi rakyat Indonesia yang menjadi korban bencana. Karena itu, kesiapsiagaan bencana dan persiapan prabencana sangat penting. Saya berharap para peneliti bisa ikut memikirkan sehingga korban bencana hanya sedikit," kata Doni dalam pembukaan Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan 2019 di Sentul, Kabupaten Bogor, Selasa (18/6).
Doni mengatakan pertemuan tersebut sangat penting karena bisa menjadi ajang berdiskusi tentang konsep dan strategi kebencanaan mulai dari prabencana, tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekonstruksi. Dirinya berharap peneliti dan ahli kebencanaan dapat memberikan masukan kepada pemerintah tentang pembangunan sebuah sistem kesiapsiagaan di tahap prabencana.
"Selama 30 tahun terakhir, Indonesia berada diurutan kedua setelah Haiti sebagai negara dengan korban bencana terbanyak. Pada 2018, Indonesia peringkat pertama dengan korban 4.814 jiwa," tuturnya.
Tahun 2018 memang menjadi tahun dengan korban bencana terbanyak karena terjadi bencana-bencana besar seperti gempa, tsunami dan likuefaksi di Sulawesi Tengah; gempa di Nusa Tenggara Barat; dan letusan Gunung Anak Krakatau yang memicu tsunami di Selat Sunda.
"Kalau kita lihat jumlah korban bencana di Indonesia selama 19 tahun terakhir, lebih banyak daripada korban akibat konflik bersenjata," katanya.
Karena itu, ia mengatakan masukan dari pakar kebencanaan sangat penting. Kesiapsiagaan bencana akan membuat jumlah korban bencana semakin berkurang, meskipun bencana terus terjadi.
"Kenali ancamannya, siapkan strateginya," ujar Doni.
BNPB bersama Universitas Pertahanan dan Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) mengadakan Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan 2019 di Kompleks Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia (IPSC), Sentul, Kabupaten Bogor.
Pertemuan tersebut merupakan pelaksanaan yang keenam untuk mengumpulkan para ahli kebencanaan untuk meningkatkan budaya riset dan memberikan pemikiran secara komprehensif, holistik, dan sistemik.