REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi D DPRD DKI sekaligus Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Abdul Ghoni menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan sudah menyegel reklamasi. Namun, sampai saat ini, mengenai reklamasi tidak ada jalan keluar alias buntu.
Ia menyalahkan era Gubernur Basuki Tjahaja 'Ahok' Purnama dan akan memanggil pihak Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta terkait masalah penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) ke ratusan bangunan di pulau reklamasi.
"Kami ribut dengan Ahok waktu itu. Ya belum ada penyelesaian. Masih draf saja. Lalu, soal IMB itu Anies yang salah. Namanya reklamasi kan kitabnya enggak ada dan deadlock," kata Ghoni, Selasa (18/6).
Ghoni menambahkan, dalam pembahasan IMB yang sudah dibangun pada era Ahok tidak ada izinnya dan ilegal. Sementara, lanjut dia, alasan Anies mengeluarkan IMB karena ada bangunan 600 unit.
Menurut dia, hal itu bukan surat yang kuat. Itu, kata dia, hanya bangunan yang ada izinnya. Tentunya harus ada pertimbangan dan tidak mungkin Anies tidak konsultasi dengan Dinas Citata. Namun, lebih lanjut agar semua jelas dan terperinci, Komisi D akan memanggil pihak Citata untuk meluruskan semuanya.
“Coba nanti saya agendakan untuk memanggil Citatanya,” ujar dia.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Santoso mengatakan, soal wacana hak interpelasi, akan dilakukan semacam kerja politik melalui komisi yang ada di DPRD DKI. Ia mengatakan, pihaknya tidak akan terburu-buru dalam menyikapi masalah ini.
“Kalau salah ya kami akan lakukan sikap. Kami tidak terburu-buru. Kan teknisnya kami tidak tahu. Makanya, PTSP nanti diundang, biro hukum, Komisi A juga kalau tidak salah,” kata Santoso.
Namun, ia menambahkan, tidak mau kerja politik dengan sembarangan dan mengetahui substansinya. Ia akan bersikap netral jika pemerintah salah dan dikritisi. Lalu, kalau benar akan diikuti.
“Terkait IMB, kami belum menyatakan sikap karena masih simpang siur. Informasi hanya dari media sosial. Kami tidak mau kerja dua kali. Kami harus rapat dahulu,” kata dia.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta juga mempertanyakan adanya IMB untuk bangunan di pulau reklamasi. Direktur Eksekutif WALHI DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menyampaikan ada dua hal yang perlu disikapi dengan keluarnya IMB pulau D, yakni mengenai keberadaan reklamasi secara keseluruhan dan argumentasi Gubernur terkait penerbitan IMB.
"Argumentasi Gubernur DKI terkait pemberian IMB sangat tidak jelas. Pertanyaan utamanya apakah Gubernur dapat tidak memberikan IMB, tentu sangat bisa. Namun, ia lebih memilih menerbitkan dengan alasan ketelanjuran," kata Tubagus, Senin (17/6).
Ia menilai pergub yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 28/2002 tentang Bangunan Gedung juga tidak tepat dan terkesan dipaksakan. Sebab, menurut dia, persoalan dasarnya terletak pada reklamasi dibangun di atas ruang yang belum jelas peraturannya.
Artinya, Pergub 206/2016 dikeluarkan untuk "memfasilitasi" pendirian bangunan di atas lahan reklamasi. Sedangkan, di sisi lain, Gubernur juga beralasan IMB dikeluarkan karena pihak pengembangan sudah memenuhi prosedur.
Ia juga menyampaikan, alasan Gubernur memberikan IMB karena alasan kerjaan dan good governance mengada-ada. Jika kesalahan dan ketelanjuran terus dibiarkan, Gubernur sedang membawa lingkungan hidup Jakarta ke arah yang makin tidak jelas.
"Sebelum ada kejelasan soal mengenai reklamasi existing, Gubernur harus menghentikan seluruh aktivitas, baik mendirikan bangunan di atasnya dan proses perampungan aktivitas reklamasi,” kata dia menegaskan.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menjelaskan polemik penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) di Pulau D atau kawasan Pantai Maju. Anies mengatakan reklamasi dan penerbitan IMB tersebut merupakan hal berbeda.
Ia menyebutkan, adanya IMB merupakan bentuk pemanfaatan lahan hasil reklamasi. "Dikeluarkan atau tidak IMB, kegiatan reklamasi telah dihentikan. Jadi, IMB dan reklamasi adalah dua hal yang berbeda. Itulah janji kami sejak masa kampanye," kata Anies, Kamis (13/6) lalu.
Ia menjelaskan, reklamasi merupakan kegiatan membangun daratan di atas perairan atau pembuatan lahan baru. Anies mengatakan, kegiatan reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta telah dihentikan.
Sementara itu, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan rencana tata ruang kawasan strategis (RTRKS) pantai utara Jakarta memang tidak ada lagi. Sedangkan, Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K) itu hanya mengatur pulau dan nanti tidak jadi landasan untuk mengeluarkan IMB.
“Terkait penertiban IMB reklamasi saya tidak tahu dasarnya. Saya rasa dasarnya itu ada di perda dan pergub, di bagian pengaturan tata ruang. Jadi, prinsipnya reklamasi setop, itu kan sudah disetop,” kata Saefullah.
Saefullah menambahkan, nantinya lahan reklamasi akan dimasukkan dalam rencana detail tata ruang (RDTR) karena lahan reklamasi itu pantai. Sedangkan, nasib rancangan peraturan daerah (raperda), rencana tata ruang kawasan strategis (RTRKS) pantai utara Jakarta memang tidak ada lagi.
“Kalau RZWP3K itu sudah diajukan tinggal bahas, kajiannya. Dulu kan pernah ada kajian, terus kan batal. Ini leading sector-nya ada di Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPKP). Drafnya sudah maju, tinggal menunggu pembahasan,” ujar dia.