Kamis 20 Jun 2019 15:49 WIB

Komisi III DPR: Capim KPK Harus Berideologi Pancasila

DPR mendukung Pansel Capim KPK yang menyaratkan antiradikalisme dalam proses seleksi.

Rep: Mabruroh/ Red: Andri Saubani
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Panitia Seleksi (Pansel) KPK menerapkan syarat antiradikalisme untuk calon pimpinan (capim) KPK periode 2019-2023. Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu setuju dengan usulan pansel KPK tersebut bahkan berharap lembaga lain bisa mengikuti.

“Menurut saya itu bagus, kita harapkan pansel-pansel lembaga lainnya juga, bukan hanya pansel KPK (lembaga lain) perlu melakukan hal yang sama,” kata Masinton melalui sambungan telepon, Kamis (20/6).

Baca Juga

Masinton menjelaskan alasannya. Menurutnya, sebagai lembaga yang dibiayai oleh negara maka tidak boleh lembaga tersebut terpapar oleh ideologi lain selain ideologi Pancasila.

 

Kerena itu, terangnya, langkah pansel KPK yang turut menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Terorime (BNPT) merupakan langkah yang tepat. Sehingga untuk menyeleksi capim KPK, tidak hanya meminta informasi dari BIN, PPATK, dan BNN saja namun juga turut melibatkan BNPT. 

“Saya setuju dengan pelibatan BNPT, sorry saya tidak mau menggunakan terminologi radikalisme, artinya gini, bahwa tidak boleh ada lembaga negara yang dipimpin oleh atau disusupi atau terpapar oleh ideologi lain selain ideologi Pancasila. Menurut saya ini positif, supaya kita menangkal penyusupan ideologi dalam instuisi negara,” paparnya.

Oleh karena itu, Masinton mengharapkan agar upaya yang dilakukan oleh pansel KPK ini dapat menjadi contoh bagi lembaga-lembaga lain. Tujuannya untuk mencegah adanya paham-paham yang tidak sesuai dengan ideologi bangsa.

“Kita harapkan lembaga-lembaga lain mengikuti oleh yang dilakukan pansel KPK sekarang ini,” kata Masinton.

Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Ganarsih menyatakan paham radikalisme tersebut menurutnya dapat merusak sistem KPK karena berafilasi, misalnya dengan kelompok radikal di luar negeri. Dengan demikian, dia mengatakan syarat itu menjadi penting. Karena sebuah lembaga penegak hukum harus tegas kepada siapapun termasuk orang dalam kelompok tertentu.

"Jadi semua yang salah harus ditindak, tapi harus terukur dan untuk tujuan keadilan bukan sekedar hukuman saja. Dengan demikian kita melakukan hal-hal itu," kata Yenti.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement