REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Makassar menyatakan, terdapat kenaikan ekspor produk perikanan dari Sulawesi Selatan sepanjang Mei 2019.
Kepala Balai Besar KIPM Makassar, Sitti Chadidjah mengatakan, selama Mei 2019 ekspor perikanan tercatat sebesar 15.089 ton dengan nilai Rp 444,1 miliar. Angka ekspor itu tercatat meningkat 602,8 persen dibanding periode sama tahun lalu yang hanya mencapai 2.147 ton.
"Ekspor didominasi oleh komoditas rumput laut yang mencapai 83 persen, disusul oleh komoditi karaginan sebesar 4 persen," kata Sitti dalam keterangan resminya, Jumat (21/6).
Ia mengatakan, peningkatan ekspor rumput laut terjadi karena pemberlakuan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 18 Tahun 2018 tentang Perubahan tentang Jenis Komoditas Wajib Periksa Karantina Ikan, Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan. Pasca perubahan tersebut, pencatatan ekspor rumput laut di Balai Besar KIPM Makassar meningkat signifikan.
Adapun negara tujuan utama ekspor rumput laut Sulsel terutama ke Cina. Sementara, untuk untuk produk turunannya berupa karaginan yang di ekspor ke Cina dan Amerika Serikat. Selain rumput laut dan karaginan, ekspor perikanan Sulsel juga berasal dari komoditas udang vannamei, tuna, dan tenggiri yang berturut-turut sebesar 3 persen, 2 persen, dan 1 persen.
Namun Sitti mengakui, terjadi penurunan pada ekspor komoditas lobster, kepiting, dan rajungan. Ia berpendapat, hal ini terjadi karena adanya kenaikan biaya logistik.
Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP Rina mengatakan, untuk meningkatkan ekspor produk lobster, kepiting, dan rajungan ini, pemerintah berupaya mencegah berbagai tindakan eksploitasi.
Salah satunya dengan berlandaskan pada Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) dari wilayah Republik Indonesia. Dengan aturan tersebut, ketiga komoditi tersebut tidak diperbolehkan ditangkap dalam keadaan bertelur dan di bawah ukuran yang ditentukan (undersize).
"Semua UPT BKIPM di berbagai daerah terus melakukan pengawasan ketat terhadap lalu lintas ketiga komoditas ini karena ketiganya merupakan produk perikanan yang bernilai ekonomi tinggi dan rawan diselundupkan. Jika dibiarkan, keberlanjutannya stok di alam akan terancam," katanya.