REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK menyesalkan adanya penyampaian informasi yang keliru dan terburu-buru dari pihak perwakilan Ombudsman Jakarta Raya terkait Idrus Marham sebagaimana disampaikan pada konferensi pers di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (27/6). Disebutkan dalam konferensi pers itu bahwa, "IM ini kami temukan sedang berkeliaran bebas di gedung Citadines dari pukul 08.30 WIB sampai pukul 16.00 WIB dan kami videokan pukul 12.39 WIB dan seterusnya".
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis menyatakan, bahwa hal itu dapat menimbulkan kesimpulan yang keliru seolah-olah KPK membawa tahanan berada di luar rutan selama waktu tertentu tanpa dasar yang jelas. "Padahal, pihak Ombudsman menyebutkan bahwa video diambil setelah pukul 12.00 WIB, namun kemudian menyimpulkan sendiri IM berada di Citadenes (sebelah RS MMC) sejak pukul 08.30 WIB," ucap Febri.
KPK pun, kata Febri, memastikan pengawal tahanan baru membawa Idrus keluar dari rutan untuk berobat di RS MMC Jakarta pada pukul 11.06 WIB. Idrus kemudian kembali ke rutan pada pukul 16.05 WIB.
"Kami juga menyayangkan publikasi dan kesimpulan yang terburu-buru dari pihak Ombudsman Jakarta Raya karena sesungguhnya proses pemeriksaan dari Ombudsman belum selesai sehingga KPK meminta Ombudsman melakukan koreksi terhadap kekeliruan penyampaian informasi seperti ini," tuturnya.
Febri menyatakan, bahwa KPK sebenarnya menghargai pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh Ombudsman berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. "Bahkan, Direktorat Pengawasan Internal KPK berencana segera mendatangi Ombusman RI untuk berkoordinasi dan mempelajari lebih jauh fakta yang terjadi saat itu," ujar Febri.
Febri pun menjelaskan kronologi terkait berobatnya Idrus ke RS MMC. Pada Jum''at (21/6) tahanan atas nama Idrus Marham berobat ke rumah sakit sesuai penetapan Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 260/Pen.Pid/TPK/2019/PT.DKI.
"Penetapan tersebut menetapkan, mengabulkan permohonan dari tim penasehat hukum terdakwa Idrus Marham untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di luar Rumah Tanahan Negara, yaitu ke Dokter Spesialis Gigi Rumah Sakit Metropolitan Centre (MMC) Jakarta pada Jumat (21/6) sampai dengan selesai," kata Febri.
Oleh karena itu, kata dia, KPK membawa Idrus ke RS MMC adalah dalam rangka pelaksanaan penetapan Pengadilan Tinggi DKI. Sebab, penahanan Idrus yang sudah menjadi terdakwa saat ini berada pada ruang lingkup kewenangan pengadilan.
"Setelah dibawa dari rutan pada pukul 11.06 WIB, IM dibawa ke RS MMC untuk melakukan proses berobat sesuai penetapan yang diberikan. Akan tetapi karena proses pengobatan belum selesai sementara waktu sudah mendekati Shalat Jumat, maka IM dibawa ke lokasi terdekat yang memungkinkan untuk dilakukan Shalat Jumat," tuturnya.
KPK menduga pada saat proses inilah video yang ditayangkan diambil dan sebagaimana yang disampaikan KPK sebelumnya, karena akan berangkat menuju tempat shalat Jumat maka tahanan tidak diborgol dan tidak menggunakan baju tahanan KPK, namun berada dalam pengawasan ketat oleh bagian pengawalan tahanan. Setelah melakukan shalat Jumat, Idrus kembali dibawa ke RS MMC untuk dilakukan proses pengobatan lanjutan dan setelah selesai dibawa dan sampai di rutan kembali pada pukul 16.05 WIB.
"Sedangkan terkait dengan penggunaan handphone, petugas KPK telah melarang IM ketika handphone diberikan oleh ajudan IM yang menunggu di RS MMC sebelumnya. Namun, IM bersikeras ingin menghubungi istri sebentar saja dan kemudian mengembalikan HP ke ajudannya. Pihak ajudan IM yang telah menunggu di RS sebelumnya menggunakan handphone-nya untuk menghubungi istri IM," tuturnya.
Ia menyatakan bahwa KPK menghargai kewenangan yang diberikan Undang-Undang pada Ombudsman. Namun, pihaknya juga mengajak agar kewenangan tersebut digunakan secara profesional dan hati-hati.
"Jangan sampai informasi yang didistribusikan pada publik adalah informasi yang keliru, mentah dan belum terklarifikasi secara kuat. KPK terbuka untuk melakukan koordinasi lebih lanjut dengan pihak Ombudsman agar dapat bersama-sama mendorong terwujudnya pelayanan publik yang lebih baik," ujar Febri.
Idrus merupakan terdakwa perkara korupsi proyek PLTU Riau-1. Idrus telah dijatuhi vonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan. Namun, Idrus menyatakan banding atas putusan tersebut.