Jumat 28 Jun 2019 10:58 WIB

Suap IPDN di Gowa, KPK Panggil Dua Direktur Ini

Keduanya akan diperiksa sebagai sak‎si untuk tersangka Dudy Jocom

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Esthi Maharani
Terpidanan mantan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Dudy Jocom dikawal petugas sebelum menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Foto: Antara/Reno Esnir
Terpidanan mantan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Dudy Jocom dikawal petugas sebelum menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penelusuran adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Kampus IPDN di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Pada Jumat (28/6), penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap  Direktur PT Graha Inti Alam, Hari Susanto dan Direktur PT Iris Sentra Cipta, Bambang Dwi Priono.

"Keduanya akan diperiksa sebagai sak‎si untuk tersangka DJ (Dudy Jocom)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah melalui pesan singkatnya, Jumat (28/6).

Dalam kasus ini, KPK telah menjerat mantan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Setjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Dudy Jocom dan Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero) Tbk, Dono Purwoko dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung IPDN Sulawesi Utara tahun anggaran 2011. Selain itu, Dudy Jocom juga menyandang status tersangka bersama Kepala Divisi I PT Waskita Karya (Persero) Tbk, Adi Wibowo dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung IPDN di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tahun anggaran 2011.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata juga memastikan akan mengusut keterlibatan peran serta PT Waskita Karya dan PT Adhi Karya dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Kampus IPDN di Sulawesi tersebut.

"Kalau perseroan itu mengetahui tender arisan ‎dan dia tidak memiliki alat untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan seperti ini, tidak berusaha mencegah untuk mencegah agar perusahaan tidak terlibat dalam tender arisan seperti ini, ya sesuai Perma Nomor 13 kan bisa menjadi tersangka," kata Alexander beberapa waktu lalu.

Diketahui, KPK telah menjerat lima korporasi sebagai tersangka kasus korupsi lewat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 yang mengatur penanganan tindak pidana korupsi (tipikor) oleh korporasi.

Korporasi pertama yang dijerat KPK yakni PT Duta Graha Indah (DGI) yang kini berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjineriing (NKE). Kemudian, KPK berturut-turut menggunakan Perma tersebut untuk menjerat PT Tuah Sejati, PT Nindya Karya.

Selanjutnya, KPK juga menjerat PT Tradha sebagai tersangka korporasi. Namun, PT Tradha ditetapkan sebagai korporasi terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Terakhir, KPK menetapkan PT Merial Esa sebagai tersangka di kasus Bakamla.

Adapun, korporasi yang baru divonis bersalah adalah PT NKE. Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis PT NKE bersalah dan harus membayar uang pengganti sebesar Rp85,4 miliar dan denda senilai Rp700 juta.

Selain itu, PT NKE juga diganjar dicabut haknya untuk mengikuti lelang proyek pemerintah selama enam bulan. Atas putusan tersebut, pihak PT NKE tidak mengajukan upaya hukum banding.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement