Sabtu 29 Jun 2019 05:15 WIB

BI Susun Statistik Ekonomi Syariah

Penyusunan statistik tersebut melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS)

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Ekonomi syariah (ilustrasi)
Foto: aamslametrusydiana.blogspot.com
Ekonomi syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan tengah menyusun statistik ekonomi dan keuangan syariah sebagai dorongan pengembangan industri halal domestik. Statistik tersebut, mencakup seluruh sektor industri barang dan jasa berbasis halal.

Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah BI Suhaedi mengatakan, penyusunan statistik tersebut melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) berserta kementerian dan lembaga yang terkait dengan industri halal. Selain menyusun statistik, Suhaedi mengatakan perlu adanya kesamaan persepsi halal dalam ilmu statistik untuk memudahkan pendataan lebih lanjut. 

Baca Juga

"Kita baru mulai menyusun. Nanti juga akan ditentukan definisi dari halal itu sendiri dalam konteks statistik ini," kata Suhaedi kepada Republika.co.id, Jumat (28/6).

Secara khusus, Suhaedi menyampaikan bahwa salah satu tujuan statistik itu agar dapat mengetahui aliran investasi yang masuk khusus masuk ke sektor halal. Salah satunya, di bidang pariwisata halal yang saat ini mulai difokuskan pengembangannya oleh pemerintah dan kalangan usaha.

Ia mengatakan, pemerataan investasi di bidang halal perlu didorong. Sebab, pemerataan tersebut pada akhirnya akan memicu peningkatan pertumbuhan dari industri halal secara keseluruhan. Dari sudut pandang ekonomi makro dan moneter, pertumbuhan positif dari industri riil bakal membantu upaya stabilitas inflasi dan nilai tukar.

Sementara itu, Chairman Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) Sapta Nirwandar mengatakan, pariwisata halal merupakan bidang yang memiliki prospek yang dapat memberikan kontribusi besar bagi sektor riil.

Ia mengatakan, industri halal ke depan seyogyanya tidak hanya dilihat dari segi kewilayahan. Namun, fokus pada jasa layanan yang diberkan. Industri halal juga sebaiknya tidak selalu dianggap eksklusif sehingga membuat kerumitan tersendiri dalam pengembangannya.

"Kita jangan hanya terjebak pada urusan zonasi halal. Tapi yang penting dalam suatu kawasan itu ada hotel dan bersertifikasi halal. Jadi halal jangan tidak perlu terlalu eksklusif," kata Sapta.

Sapta mengatakan, IHLC juga memiliki tugas sebagai pembantu pemerintah untuk melakukan sosialisasi gaya hidup halal. Dimulai dari makanan dan minuman, fesyen, hingga wisata halal yang saat ini mulai bermunculan di daerah.

Selain kepada masyarakat, Sapta mengakui, pemahaman terhadap para pelaku bisnis masih harus dilakukan. Sebab, keraguan terhadap sektor halal hingga saat ini masih terjadi. "Orang masih ragu bisnis di halal tourism itu bisa menghasilkan uang atau tidak," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement