REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengatakan, KPU tidak mempermasalahkan jika pemerintah dan DPR hendak melakukan revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Menurutya, revisi harus dilakukan sebelum tahapan pilkada serentak 2020 dimulai pada September 2019.
"Iya sekarang sebetulnya kesempatan untuk revisi (UU Pilkada), kalau memang ada revisi," ujar Arief kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (1/7).
Menurut Arief, jika tahapan pilkada serentak 2020 sudah dimulai, sebaiknya revisi UU itu tidak direvisi lagi. Hal ini penting agar tidak mengganggu tahapan-tahapan pilkada yang sudah disusun KPU.
"KPU ingin kalau ada revisi, revisi itu harus dilakukan dan selesai sebelum tahapan dimulai. Tetapi kalau tahapan sudah dimulai, sebaiknya tidak ada revisi lagi," imbuh dia.
Arief menilai jika UU Pilkada belum sempurna mengatur sejumlah hal terkait Pilkada, maka bisa disempurnakan dalam peraturan-peraturan KPU (PKPU). Menurut dia, hal tersebut sah-sah saja dilakukan KPU sepanjang tidak bertentang dengan UU yang berlaku.
"Kalau ada yang belum sempurna, sepanjang KPU bisa atur dalam PKPU dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang, saya pikir akan lebih mudah, cepat, fleksibel diatur dalam PKPU," ungkapnya.
Lebih lanjut, Arief mengatakan tahapan Pilkada Serentak 2020 akan dimulai pada 1 September 2019. Kemudian, KPU akan meresmikan tahapan-tahapan pilkada serentak pada 23 September 2019, satu tahun sebelum digelarnya pemungutan suara pilkada serentak 2020 pada 23 September 2020.
"Kenapa kita launching tanggal 23 September 2019, karena 23 September itu bertepatan dengan 1 (satu) tahun menjelang dilaksakannya pemungutan suara Pilkada 2020," tambah Arief.
Sebelumnya, Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik, mengatakan ada sembilan provinsi yang akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) pada 2020. Salah provinsi yang akan menggelar pilkada tahun depan adalah Sumatera Barat.