REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof Juanda mengatakan sistem politik di Indonesia yang menganut sistem presidensial tidak mengenal oposisi. Namun dalam praktiknya, partai politik pengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang belum terpilih memilih berada di luar pemerintahan dan menjadi menjadi penyeimbang pemerintah.
Prof Juanda pun berpandangan sebaiknya tetap ada partai politik di luar pemerintahan agar fungsi checks and balance terhadap pemerintah tetap berjalan. "Partai politik di luar pemerintahan berfungsi sebagai pengontrol dan penyeimbang pemerintahan, sehingga kinerja pemerintahan berjalan baik," kata Prof Juanda pada diskusi "Empat Pilar MPR RI" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (1/7).
Menurut dia, pemerintah akan bekerja lebih hati-hati dan lebih baik dengan adanya partai politik penyeimbang. Apalagi jika partai politik itu memberikan kontrol dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat.
Kalau saat ini, presiden terpilih menyerukan rekonsiliasi untuk membangun kembali silaturrahmi, persaudaraan, dan persatuan bangsa Indonesia, tidak berarti semua partai-partai politik bergabung bersama pemerintah. "Kalau semua partai politik peserta pemilu bergabung bersama pemerintah, itu namanya bukan rekonsiliasi, tapi akuisisi. Kalau semua parpol bergabung bersama pemerintah, maka tidak ada lagi penyeimbang dan pengontrol pemerintah," katanya.
Prof Juanda mengkhawatirkan, kalau pemerintahan tidak ada kontrolnya dikhawatirkan akan menjadi tirani dan pemerintahan absolut. "Ini sudah melenceng dari prinsip demokrasi," katanya.
Menurut Juanda, parpol pengusung capres-cawapres yang belum terpilih akan lebih terhormat jika tetap berada di luar pemerintahan dan menjadi menjadi pengontrol pemerintah.