Selasa 02 Jul 2019 04:46 WIB

Sistem Presidensial tak Kenal Oposisi, Tetapi...

Oposisi tetap diperlukan sebagai penyeimbang pemerintah.

Red: Ratna Puspita
Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo (kiri) dan KH Ma'ruf Amin
Foto: ANTARA/PUSPA PERWITASARI
Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo (kiri) dan KH Ma'ruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof Juanda mengatakan sistem politik di Indonesia yang menganut sistem presidensial tidak mengenal oposisi. Namun dalam praktiknya, partai politik pengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang belum terpilih memilih berada di luar pemerintahan dan menjadi menjadi penyeimbang pemerintah.

Prof Juanda pun berpandangan sebaiknya tetap ada partai politik di luar pemerintahan agar fungsi checks and balance terhadap pemerintah tetap berjalan. "Partai politik di luar pemerintahan berfungsi sebagai pengontrol dan penyeimbang pemerintahan, sehingga kinerja pemerintahan berjalan baik," kata Prof Juanda pada diskusi "Empat Pilar MPR RI" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (1/7).

Baca Juga

Menurut dia, pemerintah akan bekerja lebih hati-hati dan lebih baik dengan adanya partai politik penyeimbang. Apalagi jika partai politik itu memberikan kontrol dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat.

Kalau saat ini, presiden terpilih menyerukan rekonsiliasi untuk membangun kembali silaturrahmi, persaudaraan, dan persatuan bangsa Indonesia, tidak berarti semua partai-partai politik bergabung bersama pemerintah. "Kalau semua partai politik peserta pemilu bergabung bersama pemerintah, itu namanya bukan rekonsiliasi, tapi akuisisi. Kalau semua parpol bergabung bersama pemerintah, maka tidak ada lagi penyeimbang dan pengontrol pemerintah," katanya.