REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus dan pengamat menilai rencana terkait keterlibatan anak muda mengisi pos menteri dalam kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin seharusnya tidak hanya dilihat dari usia. Namun, kualifikasi sang calon menteri yang bisa menangkap isu-isu anak muda.
"Semua yang cakap akan ada posisi untuk anak muda. Bisa jadi tempat yang cocok, tidak hanya usia, tapi semangat dan mau mengikuti isu anak muda," kata politikus Golkar, Meutya Hafid dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Sabtu (6/7).
Meutya mengatakan, beberapa bidang seperti ekonomi digital harus dipersiapkan. Anak muda menurutnya layak mengisi pos menteri itu karena dinilai lebih cepat beradaptasi dengan perubahan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartarti mengatakan hal serupa. Bahwa, muda tidak seharusnya hanya dikualifikasikan dari usia. Namun, muda adalah sebuah kata untuk merepresentasikan kreativitas dan kualitas individu dalam melaksanakan program yang sejalan dengan Presiden.
"Digital tidak eksklusif anak muda. Olahraga tidak selalu harus anak muda," kata Enny.
Sementara Ketua Umum PB HMI, Saddam Aljihad menilai anak muda dari luar partai politik lebih layak mengisi pos menteri. Karena menurutnya, mereka akan lebih mementingkan kepentingan negara daripada partai.
"Muda lebih tulus. Kami menawarkan cara mempersatukan bangsa. Yang paling penting bagaimana persatuan itu tidak dikorbankan untuk kursi-kursi menteri saja," ujar dia.
Aktivis misalnya, menurut dia sudah terbiasa dengan organisasi dan konflik dinamika sehingga layak untuk duduk di kursi menteri. Saddam juga optimistis kepemimpinan ke depan akan banyak datang dari aktor-aktor non partai politik.
"Anies Baswedan dan Ridwan Kamil misalnya bukan dari parpol. Artinya kesempatan kepemimpinan non partai akan lahir di pemerintahan 2019-2024," tuturnya.