REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam al-Ghazali pernah menulis kumpulan nasihat yang ditujukan kepada muridnya. Nasihat tersebut merupakan permintaan khusus sebagai bekal sang murid agar sukses dunia akhirat. Petuah bijak itu sedianya,hanya lewat lisan, tetapi sang murid menginginkan kekekalan wasiat tersebut.
Tokoh yang berjuluk Hujjat al-Islam itu akhirnya mengabulkan lewat karyanya yang berjudul Ayyuha al-Walad al-Muhib. Risalah ini juga dikenal dengan sebutan Ar-Risalah al-Waladiyah lantaran banyaknya kata walad dalam risalah tersebut.
Hal mendasar yang digarisbawahi tokoh bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i itu, yakni Muslim menurutnya harus memiliki iman dan amalan yang saleh serta kejernihan jiwa. Apa yang ditulisnya merupakan kasih sayang kepada murid.
Walaupun surat ini pada mulanya ditujukan khusus untuk murid Imam al Ghazali, isi dan kandungannya berlaku untuk umum. Bagi sosok yang tersohor dengan sebutan Algazel di Barat pada abad pertengahan itu, mereka yang sedang menuntut ilmu perlu memahami untuk apa melakukan itu. Jangan sampai salah berniat.
Langkah awal dalam menuntut ilmu adalah niat yang baik. Niat seperti itu akan mengarahkan seseorang kepada ilmu yang bermanfaat, bukan yang sekadar memberikan pemahaman, tetapi akhirnya tidak berguna baik bagi sendiri maupun orang lain.
Menuntut ilmu bukan sekadar untuk menjadi pintar. Bukan pula untuk memarginalkan orang lain. Pengarang karya monumental bertajuk Ihya' Ulumiddin ini mengingatkan, ketika berilmu, maka seseorang memiliki beban tersendiri. Dia seakan ingin menasihati, tak ada gunanya berilmu, jika ilmu yang didapat justru mencelakai orang lain.
Sungguh tak berguna jika ilmu yang didapat digunakan untuk kemaksiatan dan keangkuhan. Sebab, jika demikian adanya, sesungguhnya orang seperti itu adalah yang dimaksud dalam hadis berikut, Orang yang berat menanggung siksa di hari kiamat ialah orang yang berilmu, tetapi tidak mendapat manfaat dari ilmunya itu.