REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amnesty Internasional Indonesia menyebut satuan tugas (satgas) kasus Novel tidak bekerja efektif hingga masa kerja mereka berakhir pada Ahad (7/7) lalu. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengungkapkan enam bulan sudah Satgas menghabiskan masa kerjanya sejak 8 Januari 2019 namun tidak ada kemajuannya.
Tim Gabungan ini tidak dapat mengungkap satupun aktor yang bertanggung jawab atas cacat mata kirinya. "Ini adalah bukti bahwa Tim Gabungan tidak bekerja efektif untuk mengungkap kebenaran dan keadilan di sekitar kasus Novel," ujar Usman Hamid dalam keterangan pers, Senin (8/7).
Menurutnya, pesimisme publik atas Tim Gabungan ini dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, unsur kepolisian yang mendominasi komposisi tim. Novel sebagai korban yakin bahwa ada dugaan polisi dalam penyerangannya.
Keberadaan polisi Tim Gabungan ini, menurutnya, menimbulkan konflik kepentingan dan sekaligus hambatan, apalagi tim ini hanya melaporkan hasil dan kemajuannya kepada Kapolri. Padahal ada kepentingan publik yang sangat luas untuk mengungkap kasus penyerangan Novel.
Itu sebabnya sejak awal kita bergerak, menuntut Presiden Joko Widodo untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) yang bekerja independen, imparsial dan bisa memberikan rekomendasi kuat. Kedua, kata dia, keseriusan Tim Gabungan Polri patut dipertanyakan.
"Novel Baswedan telah didatangi dua kali oleh Tim Gabungan; Tim Gabungan tidak berhasil mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkualitas," ujar Usman.
Tim Gabungan juga belum memberikan informasi konkret kepada Novel yang hadir sebagai korban mengenai siapa-siapa saja yang diduga kuat terlibat pada penyerangannya. Pada saat yang bersamaan, kepolisian dapat mengungkapkan pelaku pembunuhan di Pulomas hanya dalam waktu 19 jam saja.
"Ini semakin menguatkan dugaan adanya keterlibatan elite atas penyerangan Novel," ucap dia.
Menurut Usman, ketiadaan transparansi di atas telah banyak mengakibatkan praktik intimidasi terhadap saksi -baik yang melihat peristiwa penyerangan atau atas kerja-kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi penuh risiko.
"Menanggapi hal ini, kami dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi tetap memiliki tuntutan yang sama: meminta Presiden Joko Widodo segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Independen agar tidak rawan konflik kepentingan dan berpihak pada kebenaran kasus," ucap Usman.