Rabu 10 Jul 2019 00:49 WIB

WHO: Lebih dari 1.000 Orang Terbunuh Akibat Konflik Libya

Konflik yang melanda ibu kota Libya terjadi setidaknya sejak April lalu

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Hasanul Rizqa
Kendaraan terbakar di distrik bagian selatan Abu Salim, Tripoli, Libya, awal pekan ini, lantaran konflik yang melibatkan dua pemerintahan di negara itu.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Kendaraan terbakar di distrik bagian selatan Abu Salim, Tripoli, Libya, awal pekan ini, lantaran konflik yang melibatkan dua pemerintahan di negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Badan PBB untuk kesehatan dunia (WHO) mengungkapkan, konflik yang terjadi di ibu kota Libya, Tripoli, telah menyebabkan ribuan orang meninggal dunia. Sebagian besar dari mereka berasal dari kalangan warga sipil.

Dalam sebuah pernyataan singkat pada Selasa (9/7), WHO mengungkapkan konflik yang sudah dimulai sejak April lalu telah membunuh 1.048 orang. Sebanyak 106 dari mereka merupakan warga sipil.

Baca Juga

WHO juga menyatakan, konflik ini menyebabkan 5.558 orang mengalami luka-luka. Sebanyak 289 orang di antaranya dari kalangan sipil. "WHO terus mengirimkan dokter dan pasokan medis untuk membantu rumah sakit (menangani para korban)," ungkap pernyataan resmi WHO yang disiarkan melalui akun Twitter resminya, dilansir Aljazeera, Rabu (10/7).

WHO mengungkapkan tim dokter yang dikirimkan ke daerah konflik di Libya secara aktif membantu menyelamatkan para korban. Dalam tiga bulan terakhir, WHO mencatat ada lebih dari 1.700 tindakan operasi yang telah dilakuakn tim dokter tersebut.

"Tim kami telah melakukan lebih dari 1.700 tindakan operasi dalam tiga bulan," jelas WHO.

Konflik perebutan Tripoli dimulai ketika Pasukan Nasional Libya (LNA) yang berada di bawah komando Khalifa Haftar meluncurkan serangan di Tripoli pada awal April. Serangan ini bertujuan untuk merebut Tripoli dari kekuasaan pasukan Pemerintah Perjanjian Nasional (GNA) yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

LNA diketahui telah menguasai area timur Libya dan sebagian besar area selatan Libya. Pasukan LNA mendapatkan dukungan dari Mesir, Uni Emirat Arab, dan Rusia.

Pergerakan LNA mendapatkan perlawanan sengit dari pasukan militer pemerintah yang diakui oleh PBB yaitu GNA. Pergerakan GNA mendapat dukungan dari Turki dan Qatar.

Seperti dilansir Libyan Express, konflik perebutan Tripoli ini memaksa lebih dari 100.000 warga pergi meninggalkan rumah mereka.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement