REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan fokus pada tiga hal utama dalam lima tahun ke depan untuk mengatasi permasalah ketimpangan di Indonesia. Ketiganya adalah pengembangan industrialisasi di pulau lain selain Pulau Jawa, pengembangan kawasan ekonomi baru dan mengembangkan enam kota metropolitan di luar Pulau Jawa.
Ketiganya dilakukan seiring dengan rencana pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, saat ini, Indonesia masih mengandalkan Pulau Jawa, terutama Jakarta, sebagai sumber denyut ekonomi.
Akibatnya, kata Bambang, kecepatan pertumbuhan Pulau Jawa terlampau tinggi dan menciptakan ketimpangan dibandingkan luar Pulau Jawa. "Populasinya pun menjadi padat," ujarnya dalam sesi diskusi Pindah Ibu Kota Negara: Belajar dari Pengalaman Sahabat di Gedung Bappenas, Jakarta, Rabu (10/7).
Bambang mencatat, saat ini, Pulau Jawa menjadi rumah bagi 150 juta dari 260 jutaan penduduk Indonesia dan memberikan kontribusi ekonomi hingga 58 persen. Bahkan, kalau lebih spesifik ke kawasan Jabodetabek atau Metropolitan Jakarta, kontribusi ekonominya hingga seperlima atau 20 persen.
Artinya, Bambang menegaskan, ketimpangan akan semakin melebar apabila kondisi itu terus dibiarkan tanpa ada upaya lebih. Apalagi, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama di Pulau Jawa lebih cepat dibanding dengan luar Pulau Jawa.
"Jadi, semakin timpang. Pulau Jawa sudah dominan, tumbuhnya lebih cepat," tuturnya.
Oleh karena itu, Bambang menjelaskan, pemerintah melakukan berbagai upaya termasuk industrialisasi di luar Pulau Jawa. Khususnya dalam bentuk hilirisasi sumber daya alam (SDA) terkait hasil tambang dan perkebunan. Selain itu, mengembangkan berbagai kawasan ekonomi, baik Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan industri hingga strategis pariwisata.
Selain itu, Bambang menambahkan, pemerintah juga mengembangkan enam wilayah metropolitan di luar Pulau Jawa agar menjadi simpul pertumbuhan ekonomi baru. "Ada Medan, Palembang, Banjarmasin, Makassar, Manado dan Denpasar," ujarnya.
Tiga upaya tersebut akan diperkuat dengan pemindahan ibu kota ke Pulau Kalimantan. Selain karena ketersediaan lahan yang luas, wilayah di sana relatif bebas bencana sekaligus untuk memaksimalkan konsep Indonesia sentris. Menurut Bambang, apabila diukur, titik tengah Indonesia berada di Selat Makassar yang diapit oleh Kalimantan dan Sulawesi.
Hanya saja, karena Sulawesi relatif rentan gempa bumi dan tsunami, pemerintah memilih Kalimantan sebagai calon lokasi ibu kota baru. Bambang menjelaskan, dalam waktu dekat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkannya secara lebih detail. "Tidak lama lagi akan diumumkan," ucapnya.
Bambang menegaskan, rencana pemindahan ibu kota merupakan upaya pemerataan ekonomi dan populasi. Meski tidak akan instan dalam menghilangkan ketimpangan, tapi program ini dinilai mampu mengurangi ketimpangan dengan menyebarkan pusat pertumbuhan ekonomi ke luar Pulau Jawa.
Bambang memastikan, pemindahan ibu kota tidak akan mematikan pertumbuhan Jakarta sebagai pusat bisnis dan ekonomi. Ia memberikan contoh Rio de Janeiro, 'mantan' ibu kota Brasil, yang tetap bisa menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014 dan Olimpiade 2016. "Saat Piala Dunia pun, Brasilia (ibu kota baru Brasil) ada pertandingan, meski finalnya di Rio," ucapnya.
Artinya, Bambang menjelaskan, memindahkan ibu kota tidak akan membuat Jakarta menjadi ghost town atau kota hantu. Justru, pemerintah berharap, program ini membuat Jakarta sebagai kota bisnis akan semakin besar. Apalagi, Indonesia kini tengah melamar menjadi tuan rumah pelaksanaan Olimpiade 2030 dan Piala Dunia 2034. Apabila mendapatkan kesempatan itu, kondisinya akan mirip dengan Brasil.